Selasa, 03 Juni 2014

karenaNya...selalu karenaNya...



Pecutan Semangaatt  itu Kembali memukulku, minggu sore saat shalat dzuhur telah ditunaikan ada ajakan menarik dari kawanku izma, “ikut acara bedah buku yuk, di fathullah!” aku sontak bersemangat mengiyakan seiring senyum“ yuk , bareng yah” “ok, izma tunggu dibawah”. Beberapa menit kemudian kamipun siap melangkah dengan 1 tujuan yang sama, mesjid fathullah. Setibanya disana, ternyata acara sudah dimulai sedari tadi. Iyah, tepat sekali. Kami berdua terlambat datang. Sehingga tanpa basa-basi kami langsung mencari lahan , menerobos masuk kedalam barisan orang-orang yang duduk, tanpa sadar ada yang mengenali kami berdua. Adalah meyda namanya, ia kawan kami di asrama. “hey, udah registrasi  blum?” “hmmm...belum” kami jawab dengan gelengan kepala penuh malu. Lalu, kamipun keluar lagi mengulang formalitas yang disepakati bagai biasanya “registrasi dulu”. Dan Nasib baik nampaknya sudah berjalan pergi beberapa menit sebelum kedatangan kami, hanya kami berdua yang tidak diberi snack karena kehabisan. Untungnya, masih bersisa air minum kemasan gelas. Lumayan lah, tuk menyiram keringnya tenggorokan ini.
Hening...semua menyimak penuh takjim yang sesekali menggemuruhkan tepukan tangan. Penulis muda pemilik nama Ahmad Fuadi pengarang trilogi novel Negeri lima Menara, Ranah Tiga Warna, dan yang terakhir Rantau Satu Muara. Satu per satu karyanya dipaparkan ulang secara ringkas, dan untungnya aku telah tuntas membaca kesemua novel tersebut sedari SMA, dan tanpa mengeluarkan biaya dalam kurung gratisan :D. Masih ku ingat betul sampai sekarang, Novel “Negeri Lima Menara” aku temukan disudut rak perpustakaan SMA, “Rantau Tiga Warna” aku pinjam di PUSDA Serang, dan untuk yang terakhir “ Rantau 1 Muara” aku temukan di kamar kk tingkat yang kebetulan punyai hobi yang sama membaca novel.
Ada beberapa kalimat dari Ahmad Fuadi yang terekam jelas dimemori ini, ia bertutur bahwa tidak semua kesungguhan menghasilkan keberhasilan. Iya memang, betapa banyak kesungguhan yang tak berujung apa-apa, betapa banyak kesungguhan yang hanya mengundang iri pada beberapa orang yang diberi kemudahan dengan cara yang biasa dan sederhana. Contoh kecilnya saja, sering kali aku bersungguh-sungguh belajar menghabiskan malam tanpa tertidur, namun peroleh nilai ujian yang ternilai tak tinggi dan juga tidak rendah , tepatnya hanya nilai yang standar. Dan betapa pilu, saat melihat kawan yang tiada belajar sebagai mana upaya kita, tiada sekeras kesungguhannya bahkan sekedar sekilas membaca tapi peroleh nilai yang berjarak banyak dari nilai yang kita peroleh, lebih tinggi beberapa tingkat dan nyaris mendekati sempurna. Dan itu mengundang protes membatin ? kenapa ? ah...aku hanya dapat menyejukkan hati dengan mengingat kalimat ini “ bahwa Allah tiada menilai hasil, tapi sebuah proses” kemudian, aku temukan penyempurna jawabn dari tanyaku itu, A. Fuadi mengatakan bahwa dalam jalan menuju keberhasilan tiada cukup bermodal kesungguhan karena antara kesungguhan dengan keberhasilan tercipta sebuah jarak rahasia yang kita tak pernah tau sedekat atau sejauh apa jarak itu. Dan ternyata jarak itulah yang kadang membuat kita letih berupaya, sebelum menginjak finish keberhasilan, padahal sedetik lagi sampai. Mungkin, inilah letak keindahan sebuah rahasia yang menuntut kita tuk terus istiqamah memelihara semangat dalam menempuh jalan  yang kita tuju tak peduli seberapa lama sampai kesana, karena yang perlu dihujamkan dalam benak adalah  “yakin kita kan sampai” serupa dengan mahfudzat yang sering kita dengar “man sara’ala ad-darbi washala ( siapa yang berjalan pada jalanya, dia akan sampai)” dan yang terpenting selalu bersahabatlah dengan  prasangka baik bahwa tawakal itu yah harus optimis ! tak ragu-ragu ! pun juga isilah setoples impian yang kita punya itu dengan warna warni kesabaran, bagaikan permen kehidupan yang manis, asem, asin. Enak rasanya ! (nano nano kali, jangan promosi deh -_-) :D.
Mengingat muara kehidupan ini selalu menuju kematian bahwa tak selamanya udara yang berlimpah ini tak dapat kita hirup lagi, bukan karena udara telah habis. Tapi, karena usia kitalah yang mengatakan “ cukup sampai disini” kita pasti sudah tau betul bahwa akan ada masanya kita merasa kaku, hilang daya gerak, setiap fungsi organ terhenti dan mata mulai terpejam selamanya dan rumah baru menyambut dengan pintu yang menengadah ke atas langit, lalu ditutup kembali oleh tanah. Rumah terakhir, yang pekat dengan kegelapan tak ada jendela apalagi pintu hingga cahaya pun tak dapat menyelinap masuk. Semuanya “tentang kematian”
Lalu, mulai terfikir disaat kita tak ada lagi di dunia ini sedangkan masih banyak jutaan pasang mata yang masih hidup karena dunia tak lantas game over disaat kita tiada. Apakah yang kita titipkan tuk mereka saudara kita yang masih punyai nafas hidup ? sedangkan titipan harta lambat laun akan habis tergunakan, benda pun akan rusak tak selamanya utuh dan baik, lalu apa ? ada...ada...yang berumur panjang saat umur kita dipanggil tuk diperpanjang di akhirat. Adalah “tulisan” yang berumur panjang didunia bahkan bisa selalu ada selama dunia masih ada. Terlebih lagi jika tulisan itu mengemas ilmu-ilmu yang bermanfaat, betapa istimewa. Akan ada transfer pahala yang tiada terputus dariNya karena tergolong ke dalam amalan jariah.
Begitupun selama masih hidup “the power of writting” selalu mempesona, ia tak sekedar tulisan dengan deretan kata-kata di atas kertas putih saja. tapi jauh dari itu semua bahwa dengan tulisan semua hal bisa terjadi A. Fuadi bilang “ tulisan itu bisa jadi apa saja, saya pribadi telah merasakannya. Dimana dengan tulisan bisa menjadi uang, bisa menjadi tiket pesawat gratis, bisa menjadi beasiswa luar negeri dll yah...hanya dengan tulisan juga bisa membuat banyak orang sedemikian sibuk dan pusing “ tuturnya sambil menampilkan cuplikan pada saat proses pembuatan film “ Negeri Lima Menara”. Iya...iya juga kataku dalam hati. Lalu kumulai bergumam “tentang tulisan” sebenarnya akupun punya tulisan, tapi masih mengintip malu di semak-semak ilmuNya.
Berlanjut, A. Fuadi juga mengatakan tulisan itu umpama sebuah peluru yang ditujukan paada kepala orang lain, bayangkan jika ada sebuah peluru yang ditujukan pada kepala orang lain. apa yang terjadi? Ya, tepat sekali 1 orang tersebut akan terluka tau bahkan mati. Begitupula dengan kerja sebuah tulisan hampir serupa umpama peluru yang melesat pada kepala orang  namun bedanya, tak hanya berhenti pada satu kepala saja namun jutaan kepala bahkan sampai level tak hingga dan juga tak lantas membuat luka bahkan kematian tapi menghujamkan ilmu dan kefahaman. Subhanallah...betapa berlimpah berpahala menjadi seorang penulis :)
Pada sesi tanya jawab ku masih mengingat jawaban itu dari penuturan A. Fuadi yang mengatakan bahwa menulis sebuah novel umpama mengandung yang berkali-kali, kita tau batas ibu mengandung itu 9 bulan bisa lebih atau kurang,  lalu bisa terlahir. tapi, sebuah novel tidak begitu, kita akan terus menerus menulis jika kita tidak segera memutuskan novel tersebut untuk terlahir. Jadi, betapa pentingnya sebuah deadline yang kita taruh dalam menulis, hal itu agar kita tak berleha-leha tak juga mendayu-dayu lama dalam cerita karena kita telah tau kapan novel tersebut harus terlahir. Keep going aja dalam menulis, selembar dalam sehari umpamanya. jika dalam setahun kita istiqamah tuk terus menulis sudah ada 365 lembar tulisan yang kita buat, wah...betapa sudah layak dijadikan buku hanya butuh pengeditan kemudian terbit. Betapa benar pepatah lama itu yang mengatakan “sedikit demi sedikit lama-lama menjadi buku” (bukan hanya menjadi bukit lagi, hehe semua itu karena tulisan).
Hmmm...ini motivasi ku menyambut bulan juni, aku berjanji kan istiqamah menulis meski masih terbata-bata merangkai kata, meski hanya menghadirkan kericuhan kalimat, tapi...penuh harap seiring perjalanan jemari ini yang singgah dari kata yang satu kepada kata yang lainnya, akan membuatku lebih mengerti cara menyuguhkan ilmuNya dengan indah. Aamiin... selalu terniat impian itu menghampiri kenyataan, lekas dan segera karena-Nya dan selalu karena-Nya... :)
Coretan Suci,  di kolong langit Ciputat 30 mei 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar