“JALAN MENUJU IMAN”
Sudah bukan rahasia
lagi gambaran karut-marutnya kehidupan manusia saat ini terlebih di Indonesia,
dimana negara yang mayoritas muslim terbesarpun tiada sedamai ajaran yang
dibawa agamanya. Terpuruk...terntindas...seolah lemah dimata dunia. Entah itu
minoritas maupun mayoritas muslim adalah
sama, posisi rakyatnya selalu saja tersuguh kabar miris dan membuat hati ngilu.
Tentang kelaparan, penyiksaan, pembantaian massal, pelecehan sekssual,
kemiskinan dan keadaan serba kurang lainnya. Kalaupun ada kabar baik seperti Brunei
yang akan terapkan hukum islam di negaranya tapi, selalu saja bermasalah di
mata dunia. Tertuduh melanggar HAM dan lain sebagainya. Duh...mengapa islam
yang selalu jadi incaran pengawasan ketat dari mereka ? ada apa ? sedari dulu
tanyaku belumlah terjawab. Dunia ini aneh ya Rabb...berebut peradaban antara
kubu barat dan islam. Memang kalau islam berjaya mereka begitu dirugikan ?
bukankah agamaMu Rahmatan lil alamin yang mana sejarah kegemilangannya berkisah
indah dalam lukisan peradaban, begitu menawan perlakuannya pada siapapun
sehingga tak pernah ku temui
diskriminasi secuil pun terhadap non muslim malah terlindungi utuh akan
hak-haknya. Pun juga aku pernah sekilas membaca dalam buku malapetaka runtuhnya
khilafah disebutkan:
“
di atas jalan (thariqah) inilah pertarungan pemikiran dan pertempuran fisik.
Pertarungan akan terus berlangsung hingga hari kiamat, yaitu sampai Allah SWT
mewariskan bumi beserta seluruh isinya kepada kaum muslim”
Ah, mungkin inilah
kehidupan...jika tak ada konflik baik pribadi bahkan sampai mendunia. Kehidupan
bukanlah ujian lagi dan kehidupan akan lekas selesai karena syetan banyak yang
dibuat menganggur dari pekerjaannya, karena manusia mulai taat semua. Mungkin
:D melihat realitas seperti sekarang jadi mengingatkkan aku pada kalimat yang
pernah terucap oleh lisan Sayyid Quthb :
“
bahwa saat ini islam adalah satu hal dan umat islam adalah hal lain, tidak ada
hubunngan antara keduanya”
betapa batinku
mengiyakan kalimat ini dimasa sekarang. Duh Gusti...miris pisan, betapa jauh
dari istilah khairu ummah yang Engkau sematkan pada kaum muslim. Penuh harap
dan hati meyakini bahwa itulah “Jauh...” yang akan lekas terkejar kembali. “Jauh...”yang
kini dalam upaya didekati dan mendekati. “jauh...”yang lekas segera terwujud dengan
teririnng kesungguhan ikhtiar para pejuang-Nya. Betapa sudah rindu...akan
terwujud kembali kuntum khoiru ummah. Betapa sejuk terdengar...seakan
membisikan semangatt “ ayooo...sebentar lagi !” semoga...:)
Meski nampak
begitu renta sosok umat muslim yang sekarang, padahal seiyanya kitalah yang
disebut-sebut sebagai singa padang pasir itu. lalu, terjadi pergeseran istilah
menjadi “ singa yang sedang tertidur”
begitu mengandung arti kalimat yang tersemat ini. Dimana muslim tetaplah
dipandang sebagai seorang singa meski dalam keadaan tertidur, tiada kan pernah
berubah, bahwa singa tetaplah singa yang kekar, dan piawai sebagai raja diranahnya.
Tapi, sayang nian...lho kok tertidur ?
bukanlah muslim tau betul akan “demi masa” yang terfirman dariNya ? ah...ada
yang membius kita sepertinya. Dan, sudah seharusnya kita lekas menyadari, lekas
bertindak, lekas berupaya gigih, tuk mencoba bangun lagi ! hidup dalam
kesadaran yang utuh. Karena jika kita tertidur terus, kita bagai hanya
memperjuangkan mimpi. Tiada nyata...dan ku yakin, saat ini kita mulai terbangun
dan meraih kebangkitan umat dengan segera ! dengan tapak-tapak perjuangan
nyata, agar tiada lagi tertidur, tapi bangkit terjaga hingga menelisik jeli
tiap penyimpangan aturanNya yang tak terterap dan lekas meluruskan yang keliru
dengan penuh cinta. Itulah kita kawan...hambaNya...yang siap membenahi
gerombolan problematika kehidupan nan membuat ricuh ini, dengan menelusuri jalan-jalan
dakwah menebar benih keimanan sepanjang perjalanan nafas :)
Ok, kembali lagi pada
problematika umat yang terbahas tadi. Sudah jelas bahwa paparan realitas
kehidupan yang minim kesejahteraan bahkan memilukan ini. Mengindikasikan bahwa
kita harus bangkit kawan, jangan membuat jarak lebih panjang lagi akan sejarah
13 abad silam dimana islam berjaya hingga gelar umat terbaik itu benar adanya.
Lekas bangkit tuk memutus temali keterpurukan ini...dengan menempuhi “Jalan
Menuju Iman” sebagai langkah awal. Judul tulisan ini ku pinjam dari pembahasan
kitab nizamul islam bab 1 karya Taqiyuddin an-Nabhani, beserta pembahasannya
yang dijadikan referensi tuk tunaikan tugas dari musrifahku J yang mana akan
terbagi dalam beberapa subbab kecil : Kebangitan manusia, Iman Kepada
Al-khaliq, Bukti Kebutuhan Manusia Terhadap Rasul, Bukti Al-Qur’an datang dari
Allah, dan Aqidah Islamiah
“Kebangkitan
Manusia”
Mari
kawan, kita mulai berbincang tentang kebangkitan manusia, tentunya maksud kebangkitan
disini bukan bangkit dari kubur yah, karena kita tidak sedang membahas hari
kebangkitan :D. tapi, kebangkitan peran manusia sebagai
khalifah dalam kehidupan ini, bahwa untuk bisa bangkit pemikiran memegang
peranan penting yang mana pusat pengaruh itu bermula disana. Pemikiran tentang
3 aspek mendasar yakni tentang hidup,
alam semesta dan manusia yang saling terhubung dan berkaitan erat antara 1
dengan lainnya pun berkaitan juga dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dan
setelah kehidupan. Agar manusia mampu untuk bangkit, harus adanya perubahan
yang menyeluruh dan mendasar terhadap pemikirannya, sebab pemikiranlah yang
akan membentuk dan memperkuat mafahim (sekumpulan persepsi atau pemahaman)
terhadap segala sesuatu yang ada dalam kehidupan ini dimana mafahim seseorang
seakan memegang kendali sehingga tingkahlaku manusia akan selalu bersesuaian
dengan mafahim yang ia punya. Sehingga akan nampak jauh berbeda mafahim
seseorang terhadap sesuatu yang dicintai pun juga mafahim seseorang terhadap sesuatu
yang dibencinya. tentu akan membentuk suatu prilaku yang berlawanan dari orang
tersebut dalam memberikan respon antara sesuatu yang disukai dan dibenci. Saya
ambil permisalan, contoh kecil : jika ada seorang kawan yang mafahimnya teramat
menyukai hellokitty sehingga bisa terlihat oleh kita ia akan sering mengenakan
pakaian, kerudung, tas, bahkan kamar yang penuh dengan gambar hellokity.
Lantas, ada salah satu kawan yang
mafahimnya tidak sukai hellokitty maka perlakuannya pun akan berjauh
banding dan berkebalikan dengan kawan yang tadi. Bisa jadi, ia akan
menanmpakkan wajah sinis saat melihat ada orang yang memakai asesoris
hellokitty atau bahkan setiap yang berbau hellokitty begitu memuakkan dimatanya
karena mafahim dia terhadap hellokitty sudah tidak menyukai, maka sangatlah
wajar jika ia teramat menanam kesan ketaksukaan. Dan juga akan berbeda terhadap
kawan yang sama sekali tidak tau menahu mengenai hellokitty , mungkin ia akan
bersikap biasa-biasa saja karena tidak punyai mafhum apapun terhadap hellokitty
dan bahkan akan mengatakan kepada kedua orang tadi “lebay deh kalian, biasa aja
keles. hehe. Wahh..Ternyata, mafahim begitu berkaitan erat dengan kehidupan
kita yah kawan? Lantas, begitu berbahaya saat mafahim kecintaan kita tersalah
tuju. Bisa-bisa kita begitu membela mati-matian hal yang salah dan terlarang
oleh-Nya. Naudzubillah yah...moga mafahim kecintaan dan kebencian kita terhadap
segala sesuatu selalu terlandasakan karenaNya, bukan karena suatu kepentingan
atau kecintaan dunia yang hingar bingarnya betapa mengundang murka. Dengan
begitu, tentu sudah terfahami betul bahwa untuk merubah tingkah laku manusia
yang rendah menjadi luhur maka jalan satu-satunya yang harus ditempuhi,
ya...dengan mengubah mafhumnya terlebih dahulu :) dalam hal ini, terfirman
indah dariNya dalam surat Ar-Ra’d ayat 11 yang artinya :
“
sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu
sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka”
Berarti, kita sudah
bisa menyimpulkan sendiri kan? Bahwa untuk terwujudkanya mafahim yang benar
adalah dengan mewujudkan suatu pemikiran tentang kehidupan terlebih dahulu.
Namun, pemikiran seperti ini tiada kan melekat erat dan memberi hasil yang
berarti terkecuali apabila dalam dirinya terbentuk pemikiran tentang alam semesta,
manusia, dan hidup pun juga tentang Dzat yang ada sebelum kehidupan termulai
dan sesudah kehidupan berakhir dan juga keterkaitan semuanya yang tersebut
tadi. Dan untuk mencapai pemikiran sperti itu tentulah dengan memberikan kepada
manusia pemikiran menyeluruh dan sempurna tentang apa yang dibalik ketiga unsur
utama tadi. Sebab, pemikiran menyeluruh dan sempurna semacam inilah yang
menjadi landasan berfikir (al-qa’idah al-fikriyah)yang akan menjadi solusi
fundamental untuk menguraikan seluruh problematika kehidupan yang ada dimana
seluruh problematika kehidupan pada dasarnya merupakan cabang dari problematika pokok tadi. Adapun yang di maksud
problematika pokok atau mendasar tersebut terangkum dalam 3 pertanyaan besar
yang seiyanya telah dibawa oleh kita sedari awal mula terlahir ke dunia, yakni
:
1.
Dari mana aku berasal ?
2.
Untuk apa adanya aku di dunia ini ?
3.
Lantas, akan kemana aku stelah titipan
nafas ini berakhir?
Untuk dapat menjawab
pertanyaan diatas, tentunya yang dibutuhkan bukan sembarang jawaban yang
mengira-ira atau mengada-ada. Kita butuh pemecahan yang benar yang kemudian
mengantarkan pada jawaban yang benar hingga berujung pada sebuah kebangkitan
yang benar pula. Lantas bagaimana ?
telah dibahas diawal bahwa kita butuh pemikiran yang mendasar dan menyeluruh
kan ? nah, pemikiran yang seperti itulah yang kemudian kita sebut sebagai
aqidah. Dimana, aqidah tersebut yang akan dijadikan landasar berfikir yang akan
melahirkan setiap pemikiran cabang tentang prilaku manusia beserta peraturan-peraturanNya.
Oleh karena itu Islam dibangun atas dasar yang 1 yakni aqidah yang menjelaskan
bahwa dibalik alam semesta, manusia dan hidup. Itu semua belumlah final dan
selesai hingga terhenti begitu saja, tidak begitu kawan. tak hendak putus sampai disana, karema kita
harus meyakini bahwa adanya Sang Khaliq yakni Allah SWT yang telah mencipta itu
semua.
“Iman Kepada Al-Khaliq”
Begitu banyak bukti
yang tersuguh dalam kehidupan ini yang mengajak kita berfikir bahwa segala
bentuk keteraturan ini bukanlah serta merta ada, tiada lain pasti ada yang
mengaturnya yakni Sang Khaliq. Teingat kata Said Nursi yang penuturannya nan
penuh pemaknaan ia berkata “ jika kita berfikiran bahwa segala bentuk
keteraturan ini bekerja dengan sendirinya dan memegang urusannya sendiri, tentu
segala sesuatu akan nampak mempunyai mukjizat yang luar biasa. Ini jelas,
mengada-ngada ! . eleuh...bener pisan, terbayang nanti teh kita bisa-bisa
berfikiran , Tuhan milik segala sesuatu atau segala sesuatu punyai tuhannya
sendiri-sendiri kalo punya fikiran seperti itu :D Hingga ku tersentak dengan sederetan kalimat berikutnya
sebuah renungan yang menghampiri mata dalam buku jendela tauhid karya said
Nursi, kata-kata tegas itu tiada lain berucap begini padaku “wahai yang lalai
dan malang dengan kelalaiannya, jika dengan berlimpah ruahnya ketakjuban yang
terdapat pada semesta dan kehidupan ini,
engkau masih tidak mau melihat dan mengenaliNya, maka lepaskanlah akalmu dan
jadilah hewan” astaghfirullah...betapa, akal yang tertitip ini haruslah
senantiasa dihidupkan pemikirannya agar tak mati suri dalam jasad kita yang
masih hidup. Agar kita bisa dengan jernih dan utuh mengimani keberadaanNya
tanpa adanya keraguan meski secuil kecil hingga membawa kita pada ketaatan
sebagai seorang hamba dibumiNya yang sedang dititipi nafas hidup dalam
kehidupan yang tiada abadi ini.
wahai kawan, tuk
menambah keyakinan akan eksistensiNya marilah kita mencermati segala sesuatu
yang terindra disekitar kita tentunya dalam ranah yang dapat dijangkau akal
yakni terbagi menjadi 3, tentang manusia, alam semesta dan kehidupan. Terfahami
bahwa Ketiga unsur ini punyai sifat terbatas, lemah, serba kurang dan saling
membutuhkan. Mu bukti ? J Coba deh, yuk kita fikirkan diri kita, yang
bergelar sebagai “manusia”, yang tertitip nafas hidup dibumiNya. Pada
realitasnya, nafas hidup yang termiliki selalu menuju pada suatu akhir dan
cepat atau lambat akan berakhir. Apa yang kita saksikan dalam kehidupan ini
selalu ada perhentian akhir, begitu pula dengan alam semesta pun demikian.
Hingga, bisa kita simpulkan ini semua terbatas adanya, tiada yang abadi. Dengan
begitu, kita akan dihinggapi sebuah pemikiran bahwa segala yang bersifat
terbatas ini pasti diciptakan oleh “sesuatu yang lain” yang tentunya tiada punya keterbatasan bagai
ketiga unsur tadi. Hayooo...ada yang tau ? siapa lagi kalau bukan “Sang Khaliq”
Dialah Allah SWT yang telah menciptakan manusia, hidup dan alam semesta. Yang
mana dalam menentukan keberadan sang pencipta ini akan kita dapati 3
kemungkinan :
1.
Ia diciptakan oleh yang lain
2.
Ia menciptakan diriNya sendiri
3.
Ia bersifat azali (tidak berawal dan
tidak berakhir) dan wajibul wujud
kemungkinan yang
pertama, hmmm...” Ia diciptakan oleh
yang lain” tunggu, tunggu amat mengada-ada
sekali ini. Bukankan segala sesatu yang diciptakan itu, tersebut sebagai
makhluk, iya kan ? yuk ingat lagi, makhluk itu apa sih ? kita buat perbandingan
dulu nih, secara etimologi, kata khalik berasal dari bahasa arab, dari kata
kerja kholaqo yang berarti menciptakan. Lalu, kata kholaqo ini diubah menjadi
fail atau pelaku sehingga terbentuklah kata khalik yang berarti pencipta. Nah,
kata makhluk juga terambil dari kata yang sama lho, dari kata kholaqo juga yang
kemudian diubah menjadi maful ( sebagai penderita ) sehingga terbentuk kata
makhluk berarti yang diciptakan.
Owalah...betapa bathil pendapat yang petama ini yah, dari segi bahasa
pun sudah tersalah pengertian.hehe dan jika pun benar kemungkinan di atas, tentu ‘Ia’ yang dimaksud
bersifat terbatas dunk. Oh no ! mana mungkin pencipta bersifat terbatas -_-
lanjut, kemungkinan
yang kedua “ Ia menciptakan diriNya sendiri” nah lho, yang ini mulai bertambah
ngawur lagi, moso iya sih dalam waktu yang bersamaan “Ia” berposisi sebagai
makhluk dan sebagai kholik juga. Di ingat lagi yah kawan, makhluk ya makhluk
tiada boleh merangkap jadi kholiq. Kacaulah nanti kalau begitu...betul ? :D
tersisa 1 kemungkinan
lagi nih, “Ia bersifat azali dan wajibul wujud”
jelas, kemungkinan terakhirlah yang mencapai pembenaran sempurna. Mari
simak penjelasannya, Bersifat azali
berarti tiada berawal dan tidak berakhir, artinya sang kholiq tiada pernah didahulukan
oleh ketiadaan berarti tidak pernah
diciptakan dunk ? dan bersifat abadi tiada punyai batas hingga tidak kan pernah
tersentuh dengan ketiadaan selama-lamanya. Bersifat wajibul wujud artinya wajib
adanya sehingga tidak membutuhkan sebab. Bahkan, Dialah sebab bagi segenap
keseluruhan realitas yang ada. Dan tentunya, wajibul wujud berarti tiada butuh
kepada selainNya juga kan ? Jelas, kalau Ia butuh kepada wujud lain meski yang
secuil kecil atom pun, maka wujud yang lain itu merupakan sebab bagiNya. Coba
inget lagi deh, pemaknaan sebab dalam filsafat yang mengatakan bahwa “
wujud sesuatu itu dibutuhkan untuk keberadaan sesuatu yang lain” sudah
dapat tersimpulkan bukan? Bahwa semua
yang mungkin (mumkinul wujud) adalah akibat dari butuh kepada sebab. Sedangkan,
wajibul wujud adalah sebab utama bagi kemunculan dan keberadaan
wujud-wujud yang mungkin tersebut. Dan
Dia adalah Allah SWT bersifat azali dan wajibul wujud J
dan akal kita pun mampu
membuktikan keberadaanNya dengan memikirkan segala hal yang dapat terindra
olehnya. Dengan Merenungi tentang fenomena hidup, alam semesta, meneliti tentang salah satu bagian dari tubuh
manusia, tingkah laku hewan dan tumbuhan dll akan kita dapati bukti nyata dan
menyakinkan akan adanya Allah SWT.lantas, masihkah ragu kalau semua ini ada yang
menciptakan ? ah...masa kalah sih sama pemikiran orang badui yang ketika
melihat ada tapak unta saja sudah meyakini bahwa pasti telah ada unta yang
melintasi jalan ini. Terlebih lagi, penciptakan alam semesta beserta isinya
masa iya tiada yang menciptakan ? Tentu tidak yah, yakin deh kalau kita mah pasti tak berminat sedikitpun
berikut serta menjadi atheis yang tiada meyakini adanya sang pencipta. Karena
kita dibekali akal tuk berfikir bukan sekedar dijadikan aksesoris kepala saja
:D
terfirman juga ajakan
dariNya untuk mengamati setiap penciptaan di semestaNya ini, agar peroleh
pemahaman yang pasti dan meyakinkan. Ayat yang berkaitan dengan hal ini
diantaranya :
“apakah
mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan ? dan langit,
bagaimana ia ditinggikan ? dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan ? dan
bumi, bagaimana ia dihamparkan ?” ( QS. Al-Ghasyiyah 88 : 17-20)
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi. Silih bergantinya malam dan siang. Berlayarnya bahtera di laut yang
membawa apa yang berguna bagi manusia. Dan apa yang diturunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu ia hidupkan bumi sesudah matinya(kering). Dan
ia sebarkan dibumi itu segala jenis hewan. Dan pengisaran air dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi. Sesungguhnya (semua itu) terdapat
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan “
(QS.
Al-baqarah 2 : 164)
Dan masih banyak ayat
yang serupa, kawan-kawan baca sendiri yah. Sambil tilawah Al-Qur’an J.
meskipun kita mengiyakan dan meyakini
bahwa keimanan terhadap adanya sang pencipta merupakan hal yang fitri pada
tiap-tiap manusia. Tetapi, hal ini tiada dijadikan jalan satu-satunya menuju
iman karena cendrung muncul dari perasaan yang berasal dari nurani saja. Bisa
dibayangkan oleh kita, Teramat riskan sekali
jika hanya bertitik tolak pada perasaan saja dan tak dikaitkan dengan
akal. Pastinya akan bermunculan penyimpangan-penyimpangan
yang mengarah kepada kemusrikan. Karena pada realitasnya, peran perasaan
tersebut tersering menambah-nambah apa yang diimani, dengan sesuatu yang tak
punyai hakikat. Sampai-sampai ada yang mengkhayalkannya juga lho sobat, dengan
sesuatu tertentu yang dianggap lumrah terhadap apa yang diimani. Semisal
penyembahan terhadap berhala, kisah dewa-dewa dll. Untuk itulah. Islam
mewajibkan setiap umatnya menggunakan akal dalam beriman kepada Allah SWT,
tentunya akal yang digunakan secara benar sehingga menjadikan keimanan
betul-betul muncul dari proses berfikir yang mustanir (berfikir cemerlang).
Sebagaimana ayat-ayatNya yang begitu banyak menyerukan perintah tuk senantiasa
berfikir, yang ditujukan pada potensi akal untuk melakukan berbagai perenungan
sehingga keimanan benar-benar muncul dari akal dan bukti yang nyata. Sehingga
tiada bisa terdustakan akan keberadaanNya,
sebagai sang khaliq di semesta ini. Tapi, telah kita tau juga bahwa akal
yang terdapat pada manusia adalah terbatas sehingga tiada mampu dan tidak kan
pernah bisa diajak untuk Memahami sesuatu hal yang berada diluar jangkauan
akalnya, perlu kita ingat bahwa sampai kapanpun akal manusia tidak mampu
memahami dzat Allah SWT karena dzatNya berada diluar jangkauan akal yang
meliputi ketiga undur pokok (alam semesta, manusia dan hdup). Tapi, kita masih
bisa mengetahui wujud-Nya melalui makhluk-makhlukNya, yang melingkupi ketika
unsur pokok tadi yakni tentang alam semesta,manusia dan hidup.
Kebutuhan Manusia Terhadap Para Rasul
Sudah terfahami oleh
kita bahwa beragama merupakan sesuatu hal yang fitri pada diri manusia, karena
manusia punyai naluri tadayun (mensucikan penciptanya) yang kemudian akan
melahirkan aktivitas ibadah sebagai temali yang menghubungkan kita dengan sang
Pencipta. Tentunya, hubungan yang terjadi butuh adanya suatu aturan yang jika
tidak ada maka akan memunculkan kekacauan ibadah semisal penyembahan berhala,
menyembah pada selain pencipta dll jadi,
harus ada aturan yang mengatur hubungan ini dengan peraturan yang benar yang
berasal dariNya. Karena aturan ini harus tersampaikan pada manusia, maka tidak
boleh tidak harus ada para Rasul yang menyampaikan Agama ini kepada umat
manusia.
Bukti lain akan
kebutuhan kita terhadap para rasul adalah bahwa kita sebagai manusia yang
semasa hidup tentu adanya pemuasan terhadap tuntutan gharizah (naluri) serta
kebutuhan-kebutuhan jasmani lainnya yang harus terpenuhi dan sangat diperlukan.
Jika, pemuasan semacam ini dibiarkan berjalan semaunya dan tanpa adanya aturan
sudah barang tentu akan mengakibatkan kesengsaraan umat. Bisa terbayang yah
kawan, jika tanpa aturanNya yang mengatur, begitu banyak hal-hal yang tiada
dianggap pantas dilakukan akan bertebaran dimana-mana. Tersadari, bahwa hanya
aturan yang datang dariNya lah yang mampu mengatur manusia dengan baik. Sebab,
pemahaman manusia dalam mengatur naluri dan kebutuhan jasmani selalu berpeluang
terjadi beragam macam beda, sengketa, pertentangan, penuh selisih dan
terpengaruh lingkungan tempat tinggalnya.
Bukti Al-Qur’an Datang dari Allah SWT
Kita dapati bahwa
Al-Qur’an adalah sebuah kitab berbahasa arab yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Sehingga, dalam penentuan asal muasal Al-Qur’an akan muncul 3 kemungkinan yang
mana tidak ada lagi kemungkinan lain selain yang tiga ini. Yakni :
1.
Kitab itu dikarang oleh orang arab
2.
Karangan Muhammad SAW
3.
Berasal dari Allah SWT
Kemungkinan pertama,
sudah jelas tiada dapat kita terima. Tersebab, Al-Qur’an sendiri telah
menantang mereka untuk membuat karya yang serupa tapi malah hasilnya sangat berjauh
banding dengan Al-Qur’an baik dari segi bahasa dan pemaknaannya. Sekeras apapun
usaha yang telah terupaya nan penuh kesungguhan , tapi tetap saja Al-Qur’an
bukanlah tandingan manusia yang karyaNya bisa dibuat serupa dan sama dengan
yang dibuat manusia. Tiadah pernah mungkin...hingga kita dikuatkan dengan
firmnNya :
“katakanlah
: maka datangkanlah sepuluh surat yang (dapat) menyamainya”
(Qs.
Hud 11 : 13)
“katakanlah
: (kalau benar apa yang kamu katakan ), maka cobalah datangkan sebuah surat
yang menyamainya “ (Qs. Yunus 10 : 38)
Kemungkinan kedua, karangan
Muhammad SAW
Mari mengingat kembali
bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah orang arab juga, sehingga betapapun
memiliki level kejeniusan yang tinggi melangit, tetap saja tak bisa dipungkiri
bahwa ia adalah salah satu bagian dari
anggota masyarakatnya. Adapun telah terjelaskan tadi di kemukinan pertama, bahwa
bangsa arab tidak pernah ada yang dapat mencipta karya serupa maka sangatlah
masuk akal jika Nabi yang juga termasuk bangsa arab pun sama demikian, tiada
mampu membuat karya yang serupa. Kenapa
coba alasanya ? yah, tepat !!! karena Al-Qur’an bukan karangan Nabi tapi firman
Allah SWT. Terlebih lagi, ada begitu banyak hadist yang berasal dari Nabi dan
telah kita tau disamping sering membacakan setiap ayat Al-Qur’an yang diterimanya
melalui wahyu, dalam waktu yang sama juga Nabi mengeluarkan hadist. Dan
keduanya tetaplah berjauh banding nan berbeda, baik dari segi gaya bahasanya
yang tidak pernah ada kemiripan secuil kecilpun antara Al-Qur’an dan hadist.
Dalam keduanya ada beda yang tegas dan jelas, hal inilah yang menyebabkan tiada
satupun bangsa arab yang sangat tau
mendetail, ahli pun mahir keilmuannya tentang
gaya dan sastra bahasa arab, berani menuduh Al-Qur’an perkataan Muhammad
bahkan mengatakan adanya kemiripan dengan gaya biacara Nabi pun mereka tiada
berani. Hingga satu-satunya tuduhan yang terlontar dari mereka adalah bahwa
Al-Qur’an itu disadur Muhammad dari pemuda nasrani pemilik nama Jabr. Yang
kemudian terbantahkan oleh firmanNya :
“(Dan)
sesungguhnya kami mengetahui mereka berkata : bahwasanya Al-Qur’an itu
diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang
mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa ajami (non
arab), sedangkan Al-Qur’an itu dalam bahasa arab yang jelas”
( QS. An-Nahl 16 : 103)
Tuntas sudah beragam
macam bukti telah mematahkan 2 kemungkinan tadi, lantas sudah dapat kita
ketahui bahwa kemungkinan yang ketigalah yang benar bahwa Al-Quran adalah
kalamullah, yang menjadi salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW.
Hnmm....sudah
sedemikian panjang jemari ini menuliskan ilmuNya yang terambil dari kitab
nizhamul islam. termulai dari pembahasan iman kepada sang khaliq, kerasulan
Muhammad Saw dan Al-Quran adalah kalamullah yang kesemuanya itu merupakan dalil aqli. Terambil kesimpulan, bahwa
segala bentuk keimanan kepadaNYa
haruslah dicapai melalui akal baik dalam ranah yang terjangkau oleh akal atau
tidak, perkara-perkara ghaib, dan segala hal yang dikhabarkan olehNya yang
datang dari sumber yang pasti (qat’i) yakni Al-Qur’an dan hadist mutawatir. Sehingga,
apapun itu jika tiada terbukti oleh akal, nash Al-qur’an dan hadist mutawatir
haram hukumnya untuk mengimani. Karena perkara aqidah hanya boleh diambil
dengan jalan yang pasti. Dari sinilah berarti kita wajib beriman pada hari
kebangkitan, syurga, neraka, hisab, siksa dll. Juga beriman terhadap adanya malaikat,
jin, dan syeitan dan perkara-perkara lain yang secara riilnya belum keseluruhan
terindra oleh kita. meskipun demikian, iman yang seperti ini tetap saja
merupakan iman yang aqli juga. karena pada dasarnya telah dibuktikan oleh akal
yang diperoleh dari mengutip (naql) dan mendengar (sama) dari tiap-tiap yang
dikhabarkan-Nya.
Setelah kita bertambah
tau sekarang, terinsyafi dengan kesadaran yang utuh bahwa wajib beriman
terhadap apa yang ada sebelum kehidupan yakni Sang Khaliq dialah Allah SWT. Pun
juga wajib beriman terhadap apa yang ada
setelah kehidupan yakni kita akan kembali ke kampung akhirat-Nya. Lalu,
kitapun tau bahwa tiap-tiap perintahNya merupakan hubungan yang saling
terhubung tanpa sekat, suatu keterkaitan yang utuh antara sebelum kehidupan dan
sesudah kehidupan. Maka sudah seharusnya kita manusia selama masih bisa
menghela nafas dan menjalani kehidupan haruslah senantiasa terikat dengan
hubungan tersebut. Sungguh karena kecintaanNyalah Allah mewajibkan manusia
berjalan dalam kehidupan ini sesuai dengan peraturan Allah, karena sekecil
apapun perbuatan kita kelak akan ada hisabnya.
Dengan demikian
terbentuklah al-fikru al-mustanir
(pemikiran cemerlang) tentang apa yang ada dibalik alam semesta, hidup, dan
manusia pun juga tentang sebelum kehidupan dunia dan kehidupan sesudahnya.
Bahwasanya perkara tersebut saling terhubung dan memiliki hubungan antara
kehidupan sebelum dan sesudahnya. Maka, terselesaikanlah problematika
pokok secara sempurna dengan aqidah
islamiah. Apabila manusia berhasil memecahkan perkara ini, maka ia dapat
mewujudkan mafahim yang benar dan produktif tentang kehidupan. Sehingga, akan
terus meniti jalan-jalan ketaqwaan karena, bagaimanalah bisa manusia yang
merasa diri sebagai hambaNya tapi enggan mentaatiNya. Tapi, tanpa adanya iman
terkadang kita goyah dan terjatuh pada lembah yang salah. Mengingatkan aku pada
syair lagu nasyid yang dinyayikan Raihan,
“tanpamu iman...bagaimanalah ? merasa diri
hamba padaNya...tanpamu iman...bagaimanalah? menjadi hamba Allah yang
bertaqwa...”
Dan juga terfirman
dariNya suatu malumat tentang keimanan :
“wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya dan kepada
kitab yang diturunkan Allah kepada RasulNya dan kepada kitab yang diturunkan
sebelumnya. Dan siapa saja yang mengingkari Allah dan malaikatNya dan kitabNya
dan Rasul-rasulNya dan hari akhir maka ia telah sesat sejauh-jauh kesesatan”
( QS. An-Nisa 4 : 136)
Kawan, taukah engkau?
Pemecahan sebagaimana yang telah terpaparkan sebelumnya, yang dari sanalah yang
akan menjadi dasar bagi berdirinya suatu mabda (ideologi) yang dijadikan
sebagai jalan menuju kebangkitan yang kemudian melahirkan hadlarah yaitu suatu
peradaban yang bertitik tolak dari mabda tadi. Lebih lanjut lagi, dijadikan
dasar pula yang melahirkan peraturan-peraturan dan dasar berdirinya negara
islam. Dengan demikian, dasar bagi berdirinya islam baik secara fikrah (ide
dasar) maupun thariqah (metode pelaksanaan bagi fikrah) adalah aqidah islam.
Nah, sedari awal telah
kita simak rangkaian penjelasan yang terkait dengan keimanan yang mana
keseluruhannya telah dapat buktikan diantaranya Iman Kepada Al-khaliq, Bukti
Kebutuhan Manusia Terhadap Rasul, Bukti Al-Qur’an datang dari Allah, dan Aqidah
Islamiah. Apabila semuanya sudah terbukti, sedangkan iman kepadaNya adalah
suatu kewajiban maka, sebagai umat muslim wajib untuk mentaati keseluruhan
syariatNya secara total dan utuh tiada terambil setengah-setengah, sedikit,
sebagian, atau yang disesuaikan dengan nafsu kita saja. Bukan seperti itu yah
kawan...perlu diketahui bahwa iman terhadap syariatNya tiada cukup jika
bersandar pada akal semata, tetapi harus teriring dengan sikap penyerahan total
dan penerimaan secara mutlak terhadap segala hal yang datang dari sisiNya.
Sadarilah...bahwa kita hanyalah hamba yang butuh...butuh diarahkan oleh
petunjukNya...butuh di atur dengan aturanNya...dan sangat butuh kasih sayang
dan rahmatNya dalam mengarungi kehidupan ini...karena yang mampu menjamin suatu
keteraturan tercipta hanyalah Dia...Sang pencipta kita.
Dan dijalan menuju iman
ini, bukanlah jalan yang mudah kawan... akan ada banyak persimpangan bimbang
yang hadir untuk menguji keistiqamahan kita. Terdo’a selalu, moga kita semua
senantiasa menapaki tiap langkahan hidup ini,
dijalan yang terbimbing dengan petunjukNya...selalu terjaga dalam
langkah-langkah ketaatan yang tak kenal kata berhenti, sampai desah nafas menghilangkan
hembusannya. kawan...Allah SWT telah berikan kita dua jalan dalam kehidupan
ini, dan dari dua jalan itulah yang akan menentukan kisah selanjutnya, suatu
kisah yang tak kenal usai dimana awal mula keabadiaan dikenalkan pada kita, saat
telapak kaki kita telah menapaki akhiratNya. Entah syurga...ataupun neraka.
Adalah tergantung pilihan kita...
“Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan durhaka dan jalan ketaqwaan”
(QS.
Asy Syams 91 : 8 )
Betapa indah karunia
pilihan ini yang kemudian dijadikan bekal teragung penentuan hunian terakhir diakhiratNya.
Meski hanya tersedia 2 jalan, bagai merumit pilihan. Terkadang kita hilir mudik
melewatinya kadang dijalan durhana kadang pula dijalan ketaqwaan. Ah...manusia,
istiqamah itu tak segampang menghujamkan batu pada tanah lantas tertanam
selamanya. Tidak seperti itu, kadang tangan usil kitalah yang mencabutnya
kembali dengan berbagai macam alasan terhasut bisik-bisik syetan.
Terinsyafi, Bahwa tiap manusia punyai
kehendak. Maha Baik Allah yang tiada pernah memaksa, maka hendak beriman atau
tidaknya kita tergantung pada pilihan kita. Allah selalu mempersilahkan kita
tuk memilih kawan, pun Allah jugalah yang telah memberi kabar konsekwensi
setiap pilihan yang kita ambil. Maka ada kesejukkan saat mendengar janjiNya
bahwa keindahan terindah, teristimewa, termenawan nan penuh ketakjuban akan
menjadi penyambut bagi mereka yang berhasil memilih. Hingga liku, terjal,
meliuk, menanjak nan penuh tikungan dalam jalan ketaqwaan tiada menjadikan kita
diam dan bertahan, karena kita yakin hanya inilah jalan satu-satunya yang
menghubungkan dengan keindahan yang Allah janjikan. Ah...betapa indah. Moga
kita semua tersampai disana, bersama...:)
“dan
adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran RabbNya dan mencegah diri dari
kuasa hawa nafsunya, maka syurgalah tempat tinggalnya”
(
QS. An- Naazi’aat 79 : 40-41)
Nah, engkaulah kawan...
seorang muslim kepunyaan Allah SWT yang akan kembali pada Allah maka
berusahalah di tiap perbuatan kita, hanyalah tertuju tuk menggapai ridhoNYa semata pun juga meyakini
bahwa kita bukanlah penghuni asli bumi, tempat asal kita adalah syurga dengan
segala kenikmatanNya...sebagaimana kisah adam dan hawa berasal mula disana .
Lalu, marilah tempuhi bersama jalan yang
diperintahkanNya...syurga teramat luas tuk ditempati seorang diri kawan, maka
antusiaslah dalam dakwah, tuk saling
menunjuki “jalan menuju iman” sebagai langkah awalnya, lalu berjalanlah
bersama, saling menguatkan dalam ketaqwaan dan kesabaran. Tersadari,
#kitamilikAllah SWT
Dan Allah menginkan
kita semua hambaNya tuk tiada lemah dan berlamban gerak dalam meniti jalanNya...karena,
Allah SWT selalu merindukan kehadiran kita disyurgaNYa :)
Dan, akan saya akhiri
rentetan kalimat demi kalimat yang sedari tadi bagai hanya menampakan kericuhan
dan gaduh yang membuat bingung, karena kata per katanya masih belumlah indah
tertata dalam menyajikan makna. Maafkan yah kawan...
Sebagai pengganti
kejenuhan, Dan inilah kutipan indah yang ku pinjam dari buku “ Jalan Cinta para
Pejuang” karya, Ust. Salim A. Fillah. Moga, apa yang sedari awal tertulis dapat
tersampaikan maksudNYa J
Kita
merencanakan. Untuk menyesuaikan diri dengan rencana Allah
(
Hilmi Aminuddin)
Kemenangan
islam, kemenangan da’wah adalah rencana Allah. Tugas kita dijalan cinta pejuang
adalah membuat rencana-rencana untuk menyesuaikan diri dengan rencana Allah
itu, rencana adalah niscaya. Di jalan cinta pejuang, berkumandang kalimat Ali
bin Abi thalib, “kebenaran yang tak terencana, akan terkalahkan oleh kebathilan
yang tertata.”
Di terminal
keberangkatan jalan menuju iman, kami selalu setia menunggu kedatanganmu kawan...
tuk siap ikut melaju bersama dalam menempuhi “jalan cinta para pejuang”. Ayooo...bergegaslah
kawan, jadwal tunggu kami tak terbatas, kapanpun engkau datang selalu tersambut
kalimat “selamat datang pejuang Allah,
kehadiranmu sangatlah berarti” ...:) :) :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar