Kamis, 29 Mei 2014

Jalan Menuju Iman


  “JALAN MENUJU IMAN”


Sudah bukan rahasia lagi gambaran karut-marutnya kehidupan manusia saat ini terlebih di Indonesia, dimana negara yang mayoritas muslim terbesarpun tiada sedamai ajaran yang dibawa agamanya. Terpuruk...terntindas...seolah lemah dimata dunia. Entah itu minoritas maupun  mayoritas muslim adalah sama, posisi rakyatnya selalu saja tersuguh kabar miris dan membuat hati ngilu. Tentang kelaparan, penyiksaan, pembantaian massal, pelecehan sekssual, kemiskinan dan keadaan serba kurang lainnya. Kalaupun ada kabar baik seperti Brunei yang akan terapkan hukum islam di negaranya tapi, selalu saja bermasalah di mata dunia. Tertuduh melanggar HAM dan lain sebagainya. Duh...mengapa islam yang selalu jadi incaran pengawasan ketat dari mereka ? ada apa ? sedari dulu tanyaku belumlah terjawab. Dunia ini aneh ya Rabb...berebut peradaban antara kubu barat dan islam. Memang kalau islam berjaya mereka begitu dirugikan ? bukankah agamaMu Rahmatan lil alamin yang mana sejarah kegemilangannya berkisah indah dalam lukisan peradaban, begitu menawan perlakuannya pada siapapun sehingga  tak pernah ku temui diskriminasi secuil pun terhadap non muslim malah terlindungi utuh akan hak-haknya. Pun juga aku pernah sekilas membaca dalam buku malapetaka runtuhnya khilafah disebutkan: 
“ di atas jalan (thariqah) inilah pertarungan pemikiran dan pertempuran fisik. Pertarungan akan terus berlangsung hingga hari kiamat, yaitu sampai Allah SWT mewariskan bumi beserta seluruh isinya kepada kaum muslim”
Ah, mungkin inilah kehidupan...jika tak ada konflik baik pribadi bahkan sampai mendunia. Kehidupan bukanlah ujian lagi dan kehidupan akan lekas selesai karena syetan banyak yang dibuat menganggur dari pekerjaannya, karena manusia mulai taat semua. Mungkin :D melihat realitas seperti sekarang jadi mengingatkkan aku pada kalimat yang pernah terucap oleh lisan Sayyid Quthb :
“ bahwa saat ini islam adalah satu hal dan umat islam adalah hal lain, tidak ada hubunngan antara keduanya”
betapa batinku mengiyakan kalimat ini dimasa sekarang. Duh Gusti...miris pisan, betapa jauh dari istilah khairu ummah yang Engkau sematkan pada kaum muslim. Penuh harap dan hati meyakini bahwa itulah “Jauh...” yang akan lekas terkejar kembali. “Jauh...”yang kini dalam upaya didekati dan mendekati. “jauh...”yang lekas segera terwujud dengan teririnng kesungguhan ikhtiar para pejuang-Nya. Betapa sudah rindu...akan terwujud kembali kuntum khoiru ummah. Betapa sejuk terdengar...seakan membisikan semangatt “ ayooo...sebentar lagi !” semoga...:)
Meski nampak begitu renta sosok umat muslim yang sekarang, padahal seiyanya kitalah yang disebut-sebut sebagai singa padang pasir itu. lalu, terjadi pergeseran istilah menjadi  “ singa yang sedang tertidur” begitu mengandung arti kalimat yang tersemat ini. Dimana muslim tetaplah dipandang sebagai seorang singa meski dalam keadaan tertidur, tiada kan pernah berubah, bahwa singa tetaplah singa yang kekar, dan piawai sebagai raja diranahnya. Tapi, sayang nian...lho kok  tertidur ? bukanlah muslim tau betul akan “demi masa” yang terfirman dariNya ? ah...ada yang membius kita sepertinya. Dan, sudah seharusnya kita lekas menyadari, lekas bertindak, lekas berupaya gigih, tuk mencoba bangun lagi ! hidup dalam kesadaran yang utuh. Karena jika kita tertidur terus, kita bagai hanya memperjuangkan mimpi. Tiada nyata...dan ku yakin, saat ini kita mulai terbangun dan meraih kebangkitan umat dengan segera ! dengan tapak-tapak perjuangan nyata, agar tiada lagi tertidur, tapi bangkit terjaga hingga menelisik jeli tiap penyimpangan aturanNya yang tak terterap dan lekas meluruskan yang keliru dengan penuh cinta. Itulah kita kawan...hambaNya...yang siap membenahi gerombolan problematika kehidupan nan membuat ricuh ini, dengan menelusuri jalan-jalan dakwah menebar benih keimanan sepanjang perjalanan nafas :)
Ok, kembali lagi pada problematika umat yang terbahas tadi. Sudah jelas bahwa paparan realitas kehidupan yang minim kesejahteraan bahkan memilukan ini. Mengindikasikan bahwa kita harus bangkit kawan, jangan membuat jarak lebih panjang lagi akan sejarah 13 abad silam dimana islam berjaya hingga gelar umat terbaik itu benar adanya. Lekas bangkit tuk memutus temali keterpurukan ini...dengan menempuhi “Jalan Menuju Iman” sebagai langkah awal. Judul tulisan ini ku pinjam dari pembahasan kitab nizamul islam bab 1 karya Taqiyuddin an-Nabhani, beserta pembahasannya yang dijadikan referensi tuk tunaikan  tugas dari musrifahku  J yang mana akan terbagi dalam beberapa subbab kecil : Kebangitan manusia, Iman Kepada Al-khaliq, Bukti Kebutuhan Manusia Terhadap Rasul, Bukti Al-Qur’an datang dari Allah, dan Aqidah Islamiah

“Kebangkitan Manusia”

Mari kawan, kita mulai berbincang tentang kebangkitan manusia, tentunya maksud kebangkitan disini bukan bangkit dari kubur yah, karena kita tidak sedang membahas hari kebangkitan  :D.  tapi, kebangkitan peran manusia sebagai khalifah dalam kehidupan ini, bahwa untuk bisa bangkit pemikiran memegang peranan penting yang mana pusat pengaruh itu bermula disana. Pemikiran tentang 3 aspek mendasar yakni tentang  hidup, alam semesta dan manusia yang saling terhubung dan berkaitan erat antara 1 dengan lainnya pun berkaitan juga dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dan setelah kehidupan. Agar manusia mampu untuk bangkit, harus adanya perubahan yang menyeluruh dan mendasar terhadap pemikirannya, sebab pemikiranlah yang akan membentuk dan memperkuat mafahim (sekumpulan persepsi atau pemahaman) terhadap segala sesuatu yang ada dalam kehidupan ini dimana mafahim seseorang seakan memegang kendali sehingga tingkahlaku manusia akan selalu bersesuaian dengan mafahim yang ia punya. Sehingga akan nampak jauh berbeda mafahim seseorang terhadap sesuatu yang dicintai pun juga mafahim seseorang terhadap sesuatu yang dibencinya. tentu akan membentuk suatu prilaku yang berlawanan dari orang tersebut dalam memberikan respon antara sesuatu yang disukai dan dibenci. Saya ambil permisalan, contoh kecil : jika ada seorang kawan yang mafahimnya teramat menyukai hellokitty sehingga bisa terlihat oleh kita ia akan sering mengenakan pakaian, kerudung, tas, bahkan kamar yang penuh dengan gambar hellokity. Lantas, ada salah satu kawan yang  mafahimnya tidak sukai hellokitty maka perlakuannya pun akan berjauh banding dan berkebalikan dengan kawan yang tadi. Bisa jadi, ia akan menanmpakkan wajah sinis saat melihat ada orang yang memakai asesoris hellokitty atau bahkan setiap yang berbau hellokitty begitu memuakkan dimatanya karena mafahim dia terhadap hellokitty sudah tidak menyukai, maka sangatlah wajar jika ia teramat menanam kesan ketaksukaan. Dan juga akan berbeda terhadap kawan yang sama sekali tidak tau menahu mengenai hellokitty , mungkin ia akan bersikap biasa-biasa saja karena tidak punyai mafhum apapun terhadap hellokitty dan bahkan akan mengatakan kepada kedua orang tadi “lebay deh kalian, biasa aja keles. hehe. Wahh..Ternyata, mafahim begitu berkaitan erat dengan kehidupan kita yah kawan? Lantas, begitu berbahaya saat mafahim kecintaan kita tersalah tuju. Bisa-bisa kita begitu membela mati-matian hal yang salah dan terlarang oleh-Nya. Naudzubillah yah...moga mafahim kecintaan dan kebencian kita terhadap segala sesuatu selalu terlandasakan karenaNya, bukan karena suatu kepentingan atau kecintaan dunia yang hingar bingarnya betapa mengundang murka. Dengan begitu, tentu sudah terfahami betul bahwa untuk merubah tingkah laku manusia yang rendah menjadi luhur maka jalan satu-satunya yang harus ditempuhi, ya...dengan mengubah mafhumnya terlebih dahulu :) dalam hal ini, terfirman indah dariNya dalam surat Ar-Ra’d ayat 11 yang artinya :
“ sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka”
Berarti, kita sudah bisa menyimpulkan sendiri kan? Bahwa untuk terwujudkanya mafahim yang benar adalah dengan mewujudkan suatu pemikiran tentang kehidupan terlebih dahulu. Namun, pemikiran seperti ini tiada kan melekat erat dan memberi hasil yang berarti terkecuali apabila dalam dirinya terbentuk pemikiran tentang alam semesta, manusia, dan hidup pun juga tentang Dzat yang ada sebelum kehidupan termulai dan sesudah kehidupan berakhir dan juga keterkaitan semuanya yang tersebut tadi. Dan untuk mencapai pemikiran sperti itu tentulah dengan memberikan kepada manusia pemikiran menyeluruh dan sempurna tentang apa yang dibalik ketiga unsur utama tadi. Sebab, pemikiran menyeluruh dan sempurna semacam inilah yang menjadi landasan berfikir (al-qa’idah al-fikriyah)yang akan menjadi solusi fundamental untuk menguraikan seluruh problematika kehidupan yang ada dimana seluruh problematika kehidupan pada dasarnya merupakan cabang dari  problematika pokok tadi. Adapun yang di maksud problematika pokok atau mendasar tersebut terangkum dalam 3 pertanyaan besar yang seiyanya telah dibawa oleh kita sedari awal mula terlahir ke dunia, yakni :
1.      Dari mana aku berasal ?
2.      Untuk apa adanya aku di dunia ini ?
3.      Lantas, akan kemana aku stelah titipan nafas ini berakhir?
Untuk dapat menjawab pertanyaan diatas, tentunya yang dibutuhkan bukan sembarang jawaban yang mengira-ira atau mengada-ada. Kita butuh pemecahan yang benar yang kemudian mengantarkan pada jawaban yang benar hingga berujung pada sebuah kebangkitan yang benar pula. Lantas bagaimana  ? telah dibahas diawal bahwa kita butuh pemikiran yang mendasar dan menyeluruh kan ? nah, pemikiran yang seperti itulah yang kemudian kita sebut sebagai aqidah. Dimana, aqidah tersebut yang akan dijadikan landasar berfikir yang akan melahirkan setiap pemikiran cabang tentang prilaku manusia beserta peraturan-peraturanNya. Oleh karena itu Islam dibangun atas dasar yang 1 yakni aqidah yang menjelaskan bahwa dibalik alam semesta, manusia dan hidup. Itu semua belumlah final dan selesai hingga terhenti begitu saja, tidak begitu kawan.  tak hendak putus sampai disana, karema kita harus meyakini bahwa adanya Sang Khaliq yakni Allah SWT yang telah mencipta itu semua. 

“Iman Kepada Al-Khaliq”

Begitu banyak bukti yang tersuguh dalam kehidupan ini yang mengajak kita berfikir bahwa segala bentuk keteraturan ini bukanlah serta merta ada, tiada lain pasti ada yang mengaturnya yakni Sang Khaliq. Teingat kata Said Nursi yang penuturannya nan penuh pemaknaan ia berkata “ jika kita berfikiran bahwa segala bentuk keteraturan ini bekerja dengan sendirinya dan memegang urusannya sendiri, tentu segala sesuatu akan nampak mempunyai mukjizat yang luar biasa. Ini jelas, mengada-ngada ! . eleuh...bener pisan, terbayang nanti teh kita bisa-bisa berfikiran , Tuhan milik segala sesuatu atau segala sesuatu punyai tuhannya sendiri-sendiri kalo punya fikiran seperti itu :D  Hingga ku tersentak dengan sederetan kalimat berikutnya sebuah renungan yang menghampiri mata dalam buku jendela tauhid karya said Nursi, kata-kata tegas itu tiada lain berucap begini padaku “wahai yang lalai dan malang dengan kelalaiannya, jika dengan berlimpah ruahnya ketakjuban yang terdapat pada semesta dan kehidupan  ini, engkau masih tidak mau melihat dan mengenaliNya, maka lepaskanlah akalmu dan jadilah hewan” astaghfirullah...betapa, akal yang tertitip ini haruslah senantiasa dihidupkan pemikirannya agar tak mati suri dalam jasad kita yang masih hidup. Agar kita bisa dengan jernih dan utuh mengimani keberadaanNya tanpa adanya keraguan meski secuil kecil hingga membawa kita pada ketaatan sebagai seorang hamba dibumiNya yang sedang dititipi nafas hidup dalam kehidupan yang tiada abadi ini.
wahai kawan, tuk menambah keyakinan akan eksistensiNya marilah kita mencermati segala sesuatu yang terindra disekitar kita tentunya dalam ranah yang dapat dijangkau akal yakni terbagi menjadi 3, tentang manusia, alam semesta dan kehidupan. Terfahami bahwa Ketiga unsur ini punyai sifat terbatas, lemah, serba kurang dan saling membutuhkan. Mu bukti ? J Coba deh, yuk kita fikirkan diri kita, yang bergelar sebagai “manusia”, yang tertitip nafas hidup dibumiNya. Pada realitasnya, nafas hidup yang termiliki selalu menuju pada suatu akhir dan cepat atau lambat akan berakhir. Apa yang kita saksikan dalam kehidupan ini selalu ada perhentian akhir, begitu pula dengan alam semesta pun demikian. Hingga, bisa kita simpulkan ini semua terbatas adanya, tiada yang abadi. Dengan begitu, kita akan dihinggapi sebuah pemikiran bahwa segala yang bersifat terbatas ini pasti diciptakan oleh “sesuatu yang lain”  yang tentunya tiada punya keterbatasan bagai ketiga unsur tadi. Hayooo...ada yang tau ? siapa lagi kalau bukan “Sang Khaliq” Dialah Allah SWT yang telah menciptakan manusia, hidup dan alam semesta. Yang mana dalam menentukan keberadan sang pencipta ini akan kita dapati 3 kemungkinan :
1.      Ia diciptakan oleh yang lain
2.      Ia menciptakan diriNya sendiri
3.      Ia bersifat azali (tidak berawal dan tidak berakhir)  dan wajibul wujud
kemungkinan yang pertama,  hmmm...” Ia diciptakan oleh yang lain”  tunggu, tunggu amat mengada-ada sekali ini. Bukankan segala sesatu yang diciptakan itu, tersebut sebagai makhluk, iya kan ? yuk ingat lagi, makhluk itu apa sih ? kita buat perbandingan dulu nih, secara etimologi, kata khalik berasal dari bahasa arab, dari kata kerja kholaqo yang berarti menciptakan. Lalu, kata kholaqo ini diubah menjadi fail atau pelaku sehingga terbentuklah kata khalik yang berarti pencipta. Nah, kata makhluk juga terambil dari kata yang sama lho, dari kata kholaqo juga yang kemudian diubah menjadi maful ( sebagai penderita ) sehingga terbentuk kata makhluk berarti yang diciptakan.  Owalah...betapa bathil pendapat yang petama ini yah, dari segi bahasa pun sudah tersalah pengertian.hehe dan jika pun benar  kemungkinan di atas, tentu ‘Ia’ yang dimaksud bersifat terbatas dunk. Oh no ! mana mungkin pencipta bersifat terbatas -_-
lanjut, kemungkinan yang kedua “ Ia menciptakan diriNya sendiri” nah lho, yang ini mulai bertambah ngawur lagi, moso iya sih dalam waktu yang bersamaan “Ia” berposisi sebagai makhluk dan sebagai kholik juga. Di ingat lagi yah kawan, makhluk ya makhluk tiada boleh merangkap jadi kholiq. Kacaulah nanti kalau begitu...betul ? :D
tersisa 1 kemungkinan lagi nih, “Ia bersifat azali dan wajibul wujud”  jelas, kemungkinan terakhirlah yang mencapai pembenaran sempurna. Mari simak penjelasannya,  Bersifat azali berarti tiada berawal dan tidak berakhir, artinya sang kholiq tiada pernah didahulukan oleh ketiadaan berarti  tidak pernah diciptakan dunk ? dan bersifat abadi tiada punyai batas hingga tidak kan pernah tersentuh dengan ketiadaan selama-lamanya. Bersifat wajibul wujud artinya wajib adanya sehingga tidak membutuhkan sebab. Bahkan, Dialah sebab bagi segenap keseluruhan realitas yang ada. Dan tentunya, wajibul wujud berarti tiada butuh kepada selainNya juga kan ? Jelas, kalau Ia butuh kepada wujud lain meski yang secuil kecil atom pun, maka wujud yang lain itu merupakan sebab bagiNya. Coba inget lagi deh, pemaknaan sebab dalam filsafat yang mengatakan  bahwa “ wujud sesuatu itu dibutuhkan untuk keberadaan sesuatu yang lain” sudah dapat tersimpulkan bukan?  Bahwa semua yang mungkin (mumkinul wujud) adalah akibat dari butuh kepada sebab. Sedangkan, wajibul wujud adalah sebab utama bagi kemunculan dan keberadaan wujud-wujud  yang mungkin tersebut. Dan Dia adalah Allah SWT bersifat azali dan wajibul wujud J
dan akal kita pun mampu membuktikan keberadaanNya dengan memikirkan segala hal yang dapat terindra olehnya. Dengan Merenungi tentang fenomena hidup, alam semesta,  meneliti tentang salah satu bagian dari tubuh manusia, tingkah laku hewan dan tumbuhan dll akan kita dapati bukti nyata dan menyakinkan akan adanya Allah SWT.lantas, masihkah ragu kalau semua ini ada yang menciptakan ? ah...masa kalah sih sama pemikiran orang badui yang ketika melihat ada tapak unta saja sudah meyakini bahwa pasti telah ada unta yang melintasi jalan ini. Terlebih lagi, penciptakan alam semesta beserta isinya masa iya tiada yang menciptakan ? Tentu tidak yah, yakin deh  kalau kita mah pasti tak berminat sedikitpun berikut serta menjadi atheis yang tiada meyakini adanya sang pencipta. Karena kita dibekali akal tuk berfikir bukan sekedar dijadikan aksesoris kepala saja :D
terfirman juga ajakan dariNya untuk mengamati setiap penciptaan di semestaNya ini, agar peroleh pemahaman yang pasti dan meyakinkan. Ayat yang berkaitan dengan hal ini diantaranya : 
“apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan ? dan langit, bagaimana ia ditinggikan ? dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan ? dan bumi, bagaimana ia dihamparkan ?” ( QS. Al-Ghasyiyah 88 : 17-20)
sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi. Silih bergantinya malam dan siang. Berlayarnya bahtera di laut yang membawa apa yang berguna bagi manusia. Dan apa yang diturunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu ia hidupkan bumi sesudah matinya(kering). Dan ia sebarkan dibumi itu segala jenis hewan. Dan pengisaran air dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sesungguhnya (semua itu) terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan “
(QS. Al-baqarah 2 : 164)
Dan masih banyak ayat yang serupa, kawan-kawan baca sendiri yah. Sambil tilawah Al-Qur’an J.  meskipun kita mengiyakan dan meyakini bahwa keimanan terhadap adanya sang pencipta merupakan hal yang fitri pada tiap-tiap manusia. Tetapi, hal ini tiada dijadikan jalan satu-satunya menuju iman karena cendrung muncul dari perasaan yang berasal dari nurani saja. Bisa dibayangkan oleh kita, Teramat riskan sekali  jika hanya bertitik tolak pada perasaan saja dan tak dikaitkan dengan akal. Pastinya  akan bermunculan penyimpangan-penyimpangan yang mengarah kepada kemusrikan. Karena pada realitasnya, peran perasaan tersebut tersering menambah-nambah apa yang diimani, dengan sesuatu yang tak punyai hakikat. Sampai-sampai ada yang mengkhayalkannya juga lho sobat, dengan sesuatu tertentu yang dianggap lumrah terhadap apa yang diimani. Semisal penyembahan terhadap berhala, kisah dewa-dewa dll. Untuk itulah. Islam mewajibkan setiap umatnya menggunakan akal dalam beriman kepada Allah SWT, tentunya akal yang digunakan secara benar sehingga menjadikan keimanan betul-betul muncul dari proses berfikir yang mustanir (berfikir cemerlang). Sebagaimana ayat-ayatNya yang begitu banyak menyerukan perintah tuk senantiasa berfikir, yang ditujukan pada potensi akal untuk melakukan berbagai perenungan sehingga keimanan benar-benar muncul dari akal dan bukti yang nyata. Sehingga tiada bisa terdustakan akan keberadaanNya,  sebagai sang khaliq di semesta ini. Tapi, telah kita tau juga bahwa akal yang terdapat pada manusia adalah terbatas sehingga tiada mampu dan tidak kan pernah bisa diajak untuk Memahami sesuatu hal yang berada diluar jangkauan akalnya, perlu kita ingat bahwa sampai kapanpun akal manusia tidak mampu memahami dzat Allah SWT karena dzatNya berada diluar jangkauan akal yang meliputi ketiga undur pokok (alam semesta, manusia dan hdup). Tapi, kita masih bisa mengetahui wujud-Nya melalui makhluk-makhlukNya, yang melingkupi ketika unsur pokok tadi yakni tentang alam semesta,manusia dan hidup.

Kebutuhan Manusia Terhadap Para Rasul

Sudah terfahami oleh kita bahwa beragama merupakan sesuatu hal yang fitri pada diri manusia, karena manusia punyai naluri tadayun (mensucikan penciptanya) yang kemudian akan melahirkan aktivitas ibadah sebagai temali yang menghubungkan kita dengan sang Pencipta. Tentunya, hubungan yang terjadi butuh adanya suatu aturan yang jika tidak ada maka akan memunculkan kekacauan ibadah semisal penyembahan berhala, menyembah pada selain pencipta  dll jadi, harus ada aturan yang mengatur hubungan ini dengan peraturan yang benar yang berasal dariNya. Karena aturan ini harus tersampaikan pada manusia, maka tidak boleh tidak harus ada para Rasul yang menyampaikan Agama ini kepada umat manusia.
Bukti lain akan kebutuhan kita terhadap para rasul adalah bahwa kita sebagai manusia yang semasa hidup tentu adanya pemuasan terhadap tuntutan gharizah (naluri) serta kebutuhan-kebutuhan jasmani lainnya yang harus terpenuhi dan sangat diperlukan. Jika, pemuasan semacam ini dibiarkan berjalan semaunya dan tanpa adanya aturan sudah barang tentu akan mengakibatkan kesengsaraan umat. Bisa terbayang yah kawan, jika tanpa aturanNya yang mengatur, begitu banyak hal-hal yang tiada dianggap pantas dilakukan akan bertebaran dimana-mana. Tersadari, bahwa hanya aturan yang datang dariNya lah yang mampu mengatur manusia dengan baik. Sebab, pemahaman manusia dalam mengatur naluri dan kebutuhan jasmani selalu berpeluang terjadi beragam macam beda, sengketa, pertentangan, penuh selisih dan terpengaruh lingkungan tempat tinggalnya. 

Bukti Al-Qur’an Datang dari Allah SWT

Kita dapati bahwa Al-Qur’an adalah sebuah kitab berbahasa arab yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Sehingga, dalam penentuan asal muasal Al-Qur’an akan muncul 3 kemungkinan yang mana tidak ada lagi kemungkinan lain selain yang tiga ini. Yakni :
1.      Kitab itu dikarang oleh orang arab
2.      Karangan Muhammad SAW
3.      Berasal dari Allah SWT
Kemungkinan pertama, sudah jelas tiada dapat kita terima. Tersebab, Al-Qur’an sendiri telah menantang mereka untuk membuat karya yang serupa tapi malah hasilnya sangat berjauh banding dengan Al-Qur’an baik dari segi bahasa dan pemaknaannya. Sekeras apapun usaha yang telah terupaya nan penuh kesungguhan , tapi tetap saja Al-Qur’an bukanlah tandingan manusia yang karyaNya bisa dibuat serupa dan sama dengan yang dibuat manusia. Tiadah pernah mungkin...hingga kita dikuatkan dengan firmnNya :
“katakanlah : maka datangkanlah sepuluh surat yang (dapat) menyamainya”
(Qs. Hud 11 : 13)
“katakanlah : (kalau benar apa yang kamu katakan ), maka cobalah datangkan sebuah surat yang menyamainya “ (Qs. Yunus 10 : 38)
Kemungkinan kedua, karangan Muhammad SAW
Mari mengingat kembali bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah orang arab juga, sehingga betapapun memiliki level kejeniusan yang tinggi melangit, tetap saja tak bisa dipungkiri bahwa ia adalah salah satu  bagian dari anggota masyarakatnya. Adapun telah terjelaskan tadi di kemukinan pertama, bahwa bangsa arab tidak pernah ada yang dapat mencipta karya serupa maka sangatlah masuk akal jika Nabi yang juga termasuk bangsa arab pun sama demikian, tiada mampu membuat karya yang  serupa. Kenapa coba alasanya ? yah, tepat !!! karena Al-Qur’an bukan karangan Nabi tapi firman Allah SWT. Terlebih lagi, ada begitu banyak hadist yang berasal dari Nabi dan telah kita tau disamping sering membacakan setiap ayat Al-Qur’an yang diterimanya melalui wahyu, dalam waktu yang sama juga Nabi mengeluarkan hadist. Dan keduanya tetaplah berjauh banding nan berbeda, baik dari segi gaya bahasanya yang tidak pernah ada kemiripan secuil kecilpun antara Al-Qur’an dan hadist. Dalam keduanya ada beda yang tegas dan jelas, hal inilah yang menyebabkan tiada satupun bangsa arab yang  sangat tau mendetail, ahli pun mahir keilmuannya tentang  gaya dan sastra bahasa arab, berani menuduh Al-Qur’an perkataan Muhammad bahkan mengatakan adanya kemiripan dengan gaya biacara Nabi pun mereka tiada berani. Hingga satu-satunya tuduhan yang terlontar dari mereka adalah bahwa Al-Qur’an itu disadur Muhammad dari pemuda nasrani pemilik nama Jabr. Yang kemudian terbantahkan oleh firmanNya :
“(Dan) sesungguhnya kami mengetahui mereka berkata : bahwasanya Al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa ajami (non arab), sedangkan Al-Qur’an itu dalam bahasa arab yang jelas”
 ( QS. An-Nahl 16 : 103)
Tuntas sudah beragam macam bukti telah mematahkan 2 kemungkinan tadi, lantas sudah dapat kita ketahui bahwa kemungkinan yang ketigalah yang benar bahwa Al-Quran adalah kalamullah, yang menjadi salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW.
Hnmm....sudah sedemikian panjang jemari ini menuliskan ilmuNya yang terambil dari kitab nizhamul islam. termulai dari pembahasan iman kepada sang khaliq, kerasulan Muhammad Saw dan Al-Quran adalah kalamullah yang kesemuanya itu merupakan dalil aqli. Terambil kesimpulan, bahwa segala bentuk  keimanan kepadaNYa haruslah dicapai melalui akal baik dalam ranah yang terjangkau oleh akal atau tidak, perkara-perkara ghaib, dan segala hal yang dikhabarkan olehNya yang datang dari sumber yang pasti (qat’i) yakni Al-Qur’an dan hadist mutawatir. Sehingga, apapun itu jika tiada terbukti oleh akal, nash Al-qur’an dan hadist mutawatir haram hukumnya untuk mengimani. Karena perkara aqidah hanya boleh diambil dengan jalan yang pasti. Dari sinilah berarti kita wajib beriman pada hari kebangkitan, syurga, neraka, hisab, siksa dll. Juga beriman terhadap adanya malaikat, jin, dan syeitan dan perkara-perkara lain yang secara riilnya belum keseluruhan terindra oleh kita. meskipun demikian, iman yang seperti ini tetap saja merupakan iman yang aqli juga. karena pada dasarnya telah dibuktikan oleh akal yang diperoleh dari mengutip (naql) dan mendengar (sama) dari tiap-tiap yang dikhabarkan-Nya.
Setelah kita bertambah tau sekarang, terinsyafi dengan kesadaran yang utuh bahwa wajib beriman terhadap apa yang ada sebelum kehidupan yakni Sang Khaliq dialah Allah SWT. Pun juga wajib beriman terhadap apa yang ada  setelah kehidupan yakni kita akan kembali ke kampung akhirat-Nya. Lalu, kitapun tau bahwa tiap-tiap perintahNya merupakan hubungan yang saling terhubung tanpa sekat, suatu keterkaitan yang utuh antara sebelum kehidupan dan sesudah kehidupan. Maka sudah seharusnya kita manusia selama masih bisa menghela nafas dan menjalani kehidupan haruslah senantiasa terikat dengan hubungan tersebut. Sungguh karena kecintaanNyalah Allah mewajibkan manusia berjalan dalam kehidupan ini sesuai dengan peraturan Allah, karena sekecil apapun perbuatan kita kelak akan ada hisabnya.
Dengan demikian terbentuklah al-fikru al-mustanir (pemikiran cemerlang) tentang apa yang ada dibalik alam semesta, hidup, dan manusia pun juga tentang sebelum kehidupan dunia dan kehidupan sesudahnya. Bahwasanya perkara tersebut saling terhubung dan memiliki hubungan antara kehidupan sebelum dan sesudahnya. Maka, terselesaikanlah problematika pokok  secara sempurna dengan aqidah islamiah. Apabila manusia berhasil memecahkan perkara ini, maka ia dapat mewujudkan mafahim yang benar dan produktif tentang kehidupan. Sehingga, akan terus meniti jalan-jalan ketaqwaan karena, bagaimanalah bisa manusia yang merasa diri sebagai hambaNya tapi enggan mentaatiNya. Tapi, tanpa adanya iman terkadang kita goyah dan terjatuh pada lembah yang salah. Mengingatkan aku pada syair lagu nasyid yang dinyayikan Raihan,
 “tanpamu iman...bagaimanalah ? merasa diri hamba padaNya...tanpamu iman...bagaimanalah? menjadi hamba Allah yang bertaqwa...”                         
Dan juga terfirman dariNya suatu malumat tentang keimanan :
“wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya dan kepada kitab yang diturunkan Allah kepada RasulNya dan kepada kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan siapa saja yang mengingkari Allah dan malaikatNya dan kitabNya dan Rasul-rasulNya dan hari akhir maka ia telah sesat sejauh-jauh kesesatan”
 ( QS. An-Nisa 4 : 136)
Kawan, taukah engkau? Pemecahan sebagaimana yang telah terpaparkan sebelumnya, yang dari sanalah yang akan menjadi dasar bagi berdirinya suatu mabda (ideologi) yang dijadikan sebagai jalan menuju kebangkitan yang kemudian melahirkan hadlarah yaitu suatu peradaban yang bertitik tolak dari mabda tadi. Lebih lanjut lagi, dijadikan dasar pula yang melahirkan peraturan-peraturan dan dasar berdirinya negara islam. Dengan demikian, dasar bagi berdirinya islam baik secara fikrah (ide dasar) maupun thariqah (metode pelaksanaan bagi fikrah) adalah aqidah islam.
Nah, sedari awal telah kita simak rangkaian penjelasan yang terkait dengan keimanan yang mana keseluruhannya telah dapat buktikan diantaranya Iman Kepada Al-khaliq, Bukti Kebutuhan Manusia Terhadap Rasul, Bukti Al-Qur’an datang dari Allah, dan Aqidah Islamiah. Apabila semuanya sudah terbukti, sedangkan iman kepadaNya adalah suatu kewajiban maka, sebagai umat muslim wajib untuk mentaati keseluruhan syariatNya secara total dan utuh tiada terambil setengah-setengah, sedikit, sebagian, atau yang disesuaikan dengan nafsu kita saja. Bukan seperti itu yah kawan...perlu diketahui bahwa iman terhadap syariatNya tiada cukup jika bersandar pada akal semata, tetapi harus teriring dengan sikap penyerahan total dan penerimaan secara mutlak terhadap segala hal yang datang dari sisiNya. Sadarilah...bahwa kita hanyalah hamba yang butuh...butuh diarahkan oleh petunjukNya...butuh di atur dengan aturanNya...dan sangat butuh kasih sayang dan rahmatNya dalam mengarungi kehidupan ini...karena yang mampu menjamin suatu keteraturan tercipta hanyalah Dia...Sang pencipta kita.
Dan dijalan menuju iman ini, bukanlah jalan yang mudah kawan... akan ada banyak persimpangan bimbang yang hadir untuk menguji keistiqamahan kita. Terdo’a selalu, moga kita semua senantiasa menapaki tiap langkahan hidup ini,  dijalan yang terbimbing dengan petunjukNya...selalu terjaga dalam langkah-langkah ketaatan yang tak kenal kata berhenti, sampai desah nafas menghilangkan hembusannya. kawan...Allah SWT telah berikan kita dua jalan dalam kehidupan ini, dan dari dua jalan itulah yang akan menentukan kisah selanjutnya, suatu kisah yang tak kenal usai dimana awal mula keabadiaan dikenalkan pada kita, saat telapak kaki kita telah menapaki akhiratNya. Entah syurga...ataupun neraka. Adalah tergantung pilihan kita...
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan durhaka dan jalan ketaqwaan”
(QS. Asy Syams 91 : 8 )
Betapa indah karunia pilihan ini yang kemudian dijadikan bekal teragung penentuan hunian terakhir diakhiratNya. Meski hanya tersedia 2 jalan, bagai merumit pilihan. Terkadang kita hilir mudik melewatinya kadang dijalan durhana kadang pula dijalan ketaqwaan. Ah...manusia, istiqamah itu tak segampang menghujamkan batu pada tanah lantas tertanam selamanya. Tidak seperti itu, kadang tangan usil kitalah yang mencabutnya kembali dengan berbagai macam alasan terhasut bisik-bisik syetan. Terinsyafi,  Bahwa tiap manusia punyai kehendak. Maha Baik Allah yang tiada pernah memaksa, maka hendak beriman atau tidaknya kita tergantung pada pilihan kita. Allah selalu mempersilahkan kita tuk memilih kawan, pun Allah jugalah yang telah memberi kabar konsekwensi setiap pilihan yang kita ambil. Maka ada kesejukkan saat mendengar janjiNya bahwa keindahan terindah, teristimewa, termenawan nan penuh ketakjuban akan menjadi penyambut bagi mereka yang berhasil memilih. Hingga liku, terjal, meliuk, menanjak nan penuh tikungan dalam jalan ketaqwaan tiada menjadikan kita diam dan bertahan, karena kita yakin hanya inilah jalan satu-satunya yang menghubungkan dengan keindahan yang Allah janjikan. Ah...betapa indah. Moga kita semua tersampai disana, bersama...:)
“dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran RabbNya dan mencegah diri dari kuasa hawa nafsunya, maka syurgalah tempat tinggalnya”
( QS. An- Naazi’aat 79 : 40-41)
Nah, engkaulah kawan... seorang muslim kepunyaan Allah SWT yang akan kembali pada Allah maka berusahalah di tiap perbuatan kita, hanyalah tertuju  tuk menggapai ridhoNYa semata pun juga meyakini bahwa kita bukanlah penghuni asli bumi, tempat asal kita adalah syurga dengan segala kenikmatanNya...sebagaimana kisah adam dan hawa berasal mula disana . Lalu,  marilah tempuhi bersama jalan yang diperintahkanNya...syurga teramat luas tuk ditempati seorang diri kawan, maka antusiaslah dalam  dakwah, tuk saling menunjuki “jalan menuju iman” sebagai langkah awalnya, lalu berjalanlah bersama, saling menguatkan dalam ketaqwaan dan kesabaran. Tersadari, #kitamilikAllah SWT
Dan Allah menginkan kita semua hambaNya tuk tiada lemah dan berlamban gerak dalam meniti jalanNya...karena, Allah SWT selalu merindukan kehadiran kita disyurgaNYa :)
Dan, akan saya akhiri rentetan kalimat demi kalimat yang sedari tadi bagai hanya menampakan kericuhan dan gaduh yang membuat bingung, karena kata per katanya masih belumlah indah tertata dalam menyajikan makna. Maafkan yah kawan...
Sebagai pengganti kejenuhan, Dan inilah kutipan indah yang ku pinjam dari buku “ Jalan Cinta para Pejuang” karya, Ust. Salim A. Fillah. Moga, apa yang sedari awal tertulis dapat tersampaikan maksudNYa J
Kita merencanakan. Untuk menyesuaikan diri dengan rencana Allah
( Hilmi Aminuddin)
Kemenangan islam, kemenangan da’wah adalah rencana Allah. Tugas kita dijalan cinta pejuang adalah membuat rencana-rencana untuk menyesuaikan diri dengan rencana Allah itu, rencana adalah niscaya. Di jalan cinta pejuang, berkumandang kalimat Ali bin Abi thalib, “kebenaran yang tak terencana, akan terkalahkan oleh kebathilan yang tertata.”
Di terminal keberangkatan jalan menuju iman, kami selalu setia menunggu kedatanganmu kawan... tuk siap ikut melaju bersama dalam menempuhi “jalan cinta para pejuang”. Ayooo...bergegaslah kawan, jadwal tunggu kami tak terbatas, kapanpun engkau datang selalu tersambut kalimat  “selamat datang pejuang Allah, kehadiranmu sangatlah berarti” ...:) :) :)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar