Senin, 28 Juli 2014

Demokrasi Bukan Jalan Perubahan

Demokrasi Bukan Jalan Perubahan

Turki. Itulah negara yang dipromosikan AS sebagai model perpaduan Islam dan demokrasi; model negara Islam moderat. Banyak tokoh Islam pun mengamininya. Salah satunya, Ahmad Syafii Maarif. Beliau bahkan memuji, “Di tangan Erdogan, Islam menawarkan solusi, bukan slogan formalisme seperti yang diusung oleh berbagai kelompok yang buta realitas. Selamat Erdogan, tidak mudah bagi Anda menghapus citra Islam yang dituduh orang sebagai agama antidemokrasi. You are on the right track, for sure.”
Padahal pemerintahan Turki sendiri mendeklarasikan bahwa pemerintahannya itu sekular, bagaimana mungkin diklaim sebagai penerap Islam. Dalam pidato di markas besar partainya seusai kemenangan definitif (12/6/2011), Erdogan menyatakan, “Kita akan membuat sebuah konstitusi liberal sama sekali. Timur, barat, utara dan selatan akan menemukan diri dalam konstitusi ini,” terang Erdogan.
Erdogan juga berkali-kali menegaskan mendukung sekularisme Turki. Saat berbicara dengan anggota Partai Keadilan dan Pembangunan Turki (17/4/2007), Erdogan menyatakan sikapnya mempertahankan sekularisme Turki. “Demokrasi, sekularisme dan kekuasaan negara yang diatur oleh undang-undang adalah prinsip utama dalam sebuah negara republik. Jika ada salah satunya yang hilang, maka pilar bangunan negara akan runtuh.”
Di sisi lain, kebijakan Turki terkait Israel tampak ambigu. Turki tampak keras terhadap Israel atas penembakan Kapal Marvimarmara. Namun, Turki tetap menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Presiden Turki bahkan meminta Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) untuk mengakui hak Israel untuk eksis. Hal ini dilakukan setelah dilakukan “operasi diplomatik dan militer” Amerika Serikat di Turki. Bahkan dia mendukung dan memuji kebijakan Presiden AS Barack Obama. Dia menyatakan kebijakan Obama untuk membangun negara Palestina dalam perbatasan 1967 sebagai “langkah yang sangat penting”. Padahal bernegosiasi dengan Yahudi atas tanah yang diduduki tahun 1967 serta menuntut sebuah negara Palestina hanya di Tepi Barat dan Jalur Gaza sudah merupakan bentuk pengakuan yang terang-terangan terhadap entitas Yahudi, sekaligus bentuk pemberian legitimasi atas pendudukan wilayah yang dirampas tahun 1948. Hal ini menegaskan bahwa Turki merupakan model atas apa yang disebut sebagai Islam moderat—sebuah slogan Barat terhadap orang/negara yang menerima entitas Yahudi, tidak menyerukan penerapan syariah, menyanjung Barat dan diam dengan dominasi Barat di negegeri-negeri kaum Muslim. Oleh sebab itu, menyerukan agar meniru Turki dengan istilah “Membangun Tanpa Slogan Syariah” dan menempuh jalan demokrasi merupakan kekeliruan.

Demokrasi Bukan Jalan Perubahan Hakiki
Demokrasi digembar-gemborkan sebagai pemerintahan yang kedaulatannya terletak di tangan rakyat. Padahal ini hanyalah mimpi di siang bolong. Dalam demokrasi tidak pernah ada yang namanya rakyat sebagai penentu keinginan. Sejarah AS sendiri menunjukkan hal tersebut. Presiden Abraham Lincoln (1860-1865) mengatakan bahwa demokrasi adalah, “from the people, by the people, and for the people” (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). Namun, hanya sebelas tahun kemudian setelah Lincoln meninggal dunia, Presiden AS Rutherford B. Hayes, pada tahun 1876 mengatakan bahwa kondisi di Amerika Serikat pada tahun itu adalah “from company, by company, and for company” (dari perusahaan, oleh perusahaan dan untuk perusahaan). Sejak awal kelahirannya, kedaulatan dalam demokrasi ada di tangan segelintir rakyat (bukan di tangan rakyat), yakni di tangan para pemilik modal. Hanya saja, mereka menipu rakyat dengan menggembar-gemborkan seolah-olah kedaulatan ada di tangan rakyat. Jadi, bila perubahan yang dikehendaki adalah daulatnya rakyat maka demokrasi tidak memberikan hal itu. Yang berdaulat dan berkuasa dalam demokrasi adalah para pemilik modal yang memang memiliki uang.
Bila perubahan yang dikehendaki adalah terwujudnya kesejahteraan, demokrasi pun bukan jalan untuk itu. Realitas menunjukkan bahwa Hongkong sangat pesat ekonominya sekalipun tanpa demokrasi. Begitu juga Korea Selatan dan Taiwan. Pertumbuhan ekonomi Korea Selatan pada triwulan pertama 2011 mencapai 8,1%; tertinggi di antara negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Adapun pertum-buhan ekonomi Taiwan mencapai 10,47% pada akhir 2010 (Okezone.com, 2/2/2011). Padahal kedua negara tersebut semiotoriter.
Pada dekade 1970-an dan 1990-an, sebagian besar negara-negara industri baru (newly industrialised countries) yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi tergolong otoriter. Sebagian besar negara-negara di Timur Tengah yang makmur juga tidak demokratis. Adapun India, yang ketika itu sudah demokratis, memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran di bawahnya. Vietnam yang secara de facto menganut sistem pemerintahan otoriter juga mendemonstrasikan kinerja ekonomi yang menawan sejak pertengahan 1990-an. Pada 2011 pertumbuhan ekonominya mencapai 7%, bahkan diduga akan menjadi raksasa baru ekonomi Asia (Antara, 7/5/2011). Singapura yang juga semiotoriter menjadi salah satu negara paling makmur di dunia tanpa perlu mengalami demokratisasi. Hal yang sama terjadi pada Tiongkok yang bisa tumbuh pesat seperti sekarang, meski pemerintahannya tetap otoriter. Sebaliknya, Indonesia yang dibangga-banggakan sebagai negara demokratis justru rakyatnya tetap miskin, sementar korupsinya makin merajalela.
Banyak negara otoriter berhasil mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi seperti sejumlah negara Amerika Latin di tahun 1970- 1980-an dan Asia Timur tahun 1980-1990-an. Sebaliknya, negara-negara berkembang yang relatif demokratis seperti Filipina, Fiji, atau India, setidaknya hingga pertenganan 1990-an, terpuruk pada siklus pertumbuhan rendah. Di AS, misalnya, kemakmuran yang selanjutnya diikuti dengan sejahteranya kehidupan masyarakat AS bukanlah hasil demokrasi, tetapi buah dari imperialismenya terhadap bangsa-bangsa lain. Dalam rangka menyelesaikan masalah ekonomi dalam negerinya, AS menjajah Irak dan Afganistan untuk mendapatkan minyak. AS mendapatkan kemakmuran karena ’democratic imperialism’/(penjajahan demokra-tik) yang dia lakukan. Tidak pernah ada dalam sejarah suatu negara miskin, lalu berubah menjadi demokratis, dan melalui demokrasi itu negara tersebut menjadi sejahtera. Tidak ada! Realitas ini menggambarkan bahwa demokrasi bukanlah jalan bagi perubahan menuju kesejahteraan apalagi perubahan hakiki.
Kalau yang dikehendaki itu adalah perubahan sistem kehidupan, demokrasi hanya memberikan perubahan orang/rezim. Sistem yang diterapkan sama: sekular. Sekadar contoh, Indonesia dari awal kemerdekaan tetap menjalankan sekularisme. Memang, terjadi perubahan pendekatan mulai dari Sosialisme pada Orde Lama, Kapitalisme pada Orde Baru, dan Neoliberalisme pada era Orde Reformasi. Namun, sistemnya tidak berubah: sekularisme. Perubahan yang terjadi hanyalah perubahan rezim penguasa. Dengan demikian, berharap adanya perubahan hakiki pada demokrasi ibarat punduk merindukan bulan. Utopis!

Islam: Jalan Kebangkitan Hakiki
Kebangkitan hakiki adalah kebangkitan yang menjadikan manusia sebagai manusia dan mendudukkan Allah SWT sebagai sesembahannya. Melalui kebangkitan hakiki akan teraih kemuliaan. Kebangkitan ini laksana perubahan dari kegelapan menuju cahaya. Satu-satunya jalan menuju cahaya itu adalah Islam. Caranya, menaati aturan Allah Pencipta manusia, dan meninggalkan semua jalan hidup selain Islam, termasuk demokrasi (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 257; QS al-An’am [6]: 153).
Rasulullah saw. menjelaskan dalam sunnah qawliyah maupun fi’liyah bahwa jalan penerapan Islam itu memerlukan kekuasaan pemerintahan Islam. Pada masa beliau wujud kekuasaan Islam. Kebangkitan dan perubahan hakiki sejatinya mengubah penyembahan manusia terhadap sesama manusia menjadi penyembahan manusia terhadap Allah SWT Pencipta manusia. Hal ini ditunjukkan oleh tegaknya syariah Islam sebagai wujud ketundukan manusia pada hukum-Nya. Keadaan ini akan melahirkan keamanan lahir dan batin dalam berbagai bidang. Berkaitan dengan hal ini Allah SWT menegaskan:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka—sesudah mereka berada dalam ketakutan—menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Siapa saja yang kafir sesudah janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasik (QS an-Nur [24]: 55).

Dalam ayat tersebut Allah SWT menjanjikan empat hal yang saling terkait. Pertama: kekuasaan/kekhilafahan (istikhlaf). Kedua: peneguhan ajaran Islam (tamkinu ad-din). Ketiga: keamanan (al-amnu). Keempat: ibadah dan tidak syirik. Ujung dari semua ini adalah “Mereka tidak takut kecuali kepada-Ku” (Tafsir ath-Thabari, XIX/210).
Inilah kebangkitan hakiki. Adanya huruf waw (dan) dalam ayat itu menegaskan adanya keterkaitan yang kuat antara Khilafah, penera-pan syariah Islam, keamanan, serta kesejahte-raan baik dalam bidang materi, ruhiyah, akhlak maupun kemanusiaan (insaniyah). Dengan perkataan lain, perubahan yang hakiki hanya ada dalam penerapan syariah lewat kekuasaan Khilafah. Rasulullah saw. pun bersabda:
يَكُوْنُ فِيْ آخِرِ أُمَّتِيْ خَلِيْفَةٌ يَحْثُوْ الْمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا
Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara berlimpah dan tidak terhitung banyaknya (HR Muslim).

Meniti Jalan Kebangkitan
Menjelang hijrah dari Makkah ke Madinah, Rasulullah Muhammad saw. mendapatkan wahyu:
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
Katakanlah (Muhammad), “Duhai Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan pula dari tempat keluar yang benar, serta berikanlah kepada diriku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong-(ku).” (QS al-Isra’ [17]: 80).

Berkaitan dengan hal ini Imam Ibnu Katsir mengutip pendapat Qatadah, “Rasul saw. tahu bahwa tidak ada kemampuan yang beliau miliki untuk melakukan hal itu (hijrah) kecuali dengan adanya kekuasaan. Karena itu, beliau memohon kekuasaan yang menolong Kitabullah, hukum Allah, kewajiban dari Allah dan kekuasaan yang menolong penegakkan agama Allah. Sebab, kekuasaan itu merupakan rahmat dari Allah yang Dia berikan di antara hamba-hamba-Nya. Andai saja tanpa kekuasaan niscaya orang kuat akan memakan orang lemah di antara mereka.” (Tafsir al-Quran al-’Azhim, V/111).
Dalam ayat ini setidaknya ada empat pelajaran yang dapat diambil terkait kebangkitan. Pertama: perlu memahami realitas buruk yang hendak dirubah. Kedua: perlu memahami realitas baik yang dituju sebagai pengganti realitas yang buruk tersebut. Ketiga: menempuh jalan perubahan itu sesuai dengan jalan yang digariskan oleh Allah SWT. Keempat: perlu adanya kekuatan untuk keberhasilan kebangkitan itu.
Siapapun yang mengkaji sirah Rasulullah saw. akan menemukan setidaknya ada dua hal yang dilakukan oleh beliau sebagai penjelas dari hal tersebut. Beliau terus-menerus melakukan pembinaan kepada masyarakat. Di dalamnya menyangkut penjelasan tentang kebobrokan kondisi Arab Jahiliah sekaligus tawaran Islam sebagai solusinya. Melalui jalan ini tumbuhlah kesadaran masyarakat, lalu masyarakat menuntut perubahan dengan penuh pengorbanan.
Nabi saw. tidak berhenti sampai di sini. Beliau pun mendakwahi para pemilik kekuatan (ahlul quwwah) dan meminta mereka untuk mendukung dakwah serta menolong beliau dalam meraih kekuasaan (thalab an-nushrah). Berkat kegigihan beliau, dengan izin Allah SWT, beliau mendapatkan pertolongan dari para pemimpin kabilah di Madinah sehingga tegaklah pemerintahan Islam pertama di Madinah.
Berdasarkan hal ini ada dua jalan yang mutlak ditempuh dalam menyongsong kebangkitan itu. Pertama: membangun kesadaran masyarakat tentang syariah dan Khilafah sebagai satu-satunya solusi bagi umat Islam dan seluruh umat manusia secara umum. Untuk itu, berbagai upaya pembinaan dan penyadaran perlu dilakukan terus di berbagai tempat dan kesempatan. Masyarakat yang sadar akan bersama-sama berjuang menuntut perubahan dengan tegaknya syariat dan Khilafah. Perjuangan masyarakat yang massif tidak akan pernah ada yang dapat menghalanginya. Satu-satunya pihak yang boleh jadi menjadi batu penghalang adalah para pemilik kekuatan. Untuk itu, perlu dilakukan aktivitas kedua: meraih dukungan dakwah dari para pemilik kekuatan. Oleh sebab itu, upaya thalab an-nushrah harus terus dilakukan dari berbagai pihak pemilik kekuatan, termasuk militer. Melalui jalan ini, insya Allah, kemenangan sebagaimana yang diberikan oleh Allah SWT kepada Rasulullah saw. 15 abad lalu akan diberikan kepada umatnya saat ini.

Menyerukan Kebenaran
Rasulullah saw., menjelang hijrah, juga mendapatkan perintah dari Allah SWT dalam lanjutan ayat di atas:
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
Katakanlah, “Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap. Sungguh, kebatilan itu pasti lenyap.” (QS al-Isra’ [17]: 81).

Berdasarkan ayat itu, tugas umat Islam adalah menyampaikan kebenaran apa adanya. Ketika kebenaran tampak maka kebatilan akan lenyap. Kebatilan hanya akan kalah ketika kebenaran disuarakan dengan lantang (Lihat: QS al-Anbiya’ [21]:18).

Kesimpulan
Jelaslah, demokrasi bukanlah jalan perubahan dan kebangkitan hakiki. Jalan kebangkitan umat Islam hanyalah syariah Islam dan Khilafah. Oleh sebab itu, setiap umat Islam perlu menyampaikan syariah Islam dan Khilafah dengan lantang. Tanpa itu, kebatilan akan terus merajalela. Sebab, orang yang diam dari menyatakan kebenaran adalah setan yang bisu (Al-Muwalat wa al-Mu’adat fi asy-Syari’ah al-Islamiyyah, 1/387).
WalLahu a’lam bi ash-shawab. []
Sumber
http://hizbut-tahrir.or.id/2011/10/03/demokrasi-bukan-jalan-perubahan/
 

Senin, 21 Juli 2014

Senarai Masa lalu yang Kelam...”kisah Perindu Cahaya


kala penat mengusik, ku selalu sempatkan tuk menulis karena dengan menulis aku menjadi berfikir. mencoba mengalihkan poros kepenatan pada kata-kata yang akan berjalan dalam lembaran putih microsoft Word dan terkadang pula saat tak ada inspirasi menulis ku tengok ruang FB melihat-lihat beranda yang fokusku tertuju pada 1 kata, iyah kata “catatan” yang ada disamping kiri beranda FB jika dilihat lewat web. Membaca...aku suka membaca apalagi yang kaitannya dengan cerpen, novel, artikel islami, dll pokoknya dimana ada catatan yang dirasa ada serpihan ilmuNya yang membawa kebaikan kan ku santap dengan lahap. Yummmi...kata-kata nan penuh ilmuNYa memang selalu lezat tuk dinikmati karena kenikmatannya tak hanya didunia saja bahkan jalan-jaln akhirat pun butuh pembekalan ilmu untuk menempuhnya :)
 
saya sangat berterimakasih sekali pada kawan2 FB yg suka menulis catatan yang mengandung nilai-nilai kebaikan, nasehat dll yang sejak pertama kali ku punyai akun FB, kumpulan catatan dari kalianlah yang temani diri saat berjalan pulang menuruni turunan di pertigaan ciomas semasa putih abu-abu, saat menunggu angkot yang tak kunjung datang pun juga saat didalam angkot sebelum terhenti di tempat tujuan. Sering juga saat guru belum hadir maupun tak masuk kelas “kumpulan catatan” di ruang FB lah yang temani diwaktu2 luang yang kupunya.
Ku masih ingat betul pertama kali ku buat akun FB, ketika itu aku masih kelas X SMA diawal semester 2. Nama akun pertama yang ku buat namanya “cahaya hati”  aku cendrung pilih2 kawan saat add teman harus ada kriteria, karena aku paling ga betah liat setatus alay, lebay nan bergalau-galau, karena fikirku jika tersering membaca hal-hal yang tak baik, cepat atau lambat perbuatan kan mengikutinya, terlebih lagi aku orangnya labil bangettt. Kriteria yang aku sematkan yaitu Cuma 2 hal sih :
1.      Yang diutaman teman yang sudah aku kenali entah 1 almamater, 1 kampung maupun tetangga dll pokoknya aku kenal orangnya meski tak akrab
2.      Aku cari-cari nama akun FB yang tidak menggunakan nama asli namun nama islami seperti nama2 para sahabat Rasul dll
Puncak kegemaranku eksis di media sosial FB ketika dikelas XII SMA aku mulai aktif diskusi tentang keislaman dengan kawan2 di FB entah di grup maupun fans page islami, bagiku seru selalu aada selipan ilmu ditiap harinya dan dari situlah ku mulai beranikan diri tuk menebar dakwah dengan update status yang berisikan tentang keislaman pun nasehat2. Masih ingat betul akan nama2 akun Fbku yang sering berganti-ganti terawal dari “cahaya Hati” “Menanti Malaikat Maut” “Goresan Pena Sang Mujahidah” “Kalam Sang Mujahidah Al-Bantani” dan semenjak awal perkuliahan aku baru berani merubah nama akun FB dengan nama pribadi “Suci Pratiwi Agustin” dan yang kurasakan ada beda saat kawan2 yang mendominasi adalah para mahasiswa di berbagai jurusan di tempat ku kuliah yang mana perbincangan akan segala hal tentang cinta, galau, keluhan, kasmaran menjadi begitu membludak di beranda, meski tak jarang ada juga yang buat status nasehat dan dakwah tapi sedikit. Saat ku pakai nama pribadi, bagai sedang ditunjukan akan sikap jahiliah sendiri dengan seringnya berbincang dengan nonmahron meski tak begitu penting. Astaghfirullah...
Lalu, di penghujung semester 2 kerinduan itu hadir...mulai ada tanya “ ini suci ??? rasanya bukan !!!” rindu itu hadir...merindukan sosok diri yang dulu, disaat tiada berlebihan dalam pergaulan lintas non mahron meski dalam tutur katanya, ku berfikir dahulu tiada separah sekarang. Dulu, aku tak pernah berani mempublish foto di media sosial saat kuliah aku mulai berani narsis depan kamera bahkan sempat memajang foto pribadi sebagai pp di FB sehingga, saat aku memasang foto pribadi tuk pertama kalinya ada koment dari kawan yang masih lekat ku ingat “tumben suci mau di foto”  lantas, komen itu ku acuhkan tanpa tanggapan. Hmmm...cukup menghela nafas panjang, saat mengingat masa2 jahiliah, sesal itu menggelayuti fikiran terlebih kesadaran itu muncul disaat kedatangan tamu mulia yaitu “Ramadhan” lalu, beberapa minggu kemarin tlah ku ganti nama akun FB mengikuti nama blog pribadiku “Kembara Muslimah Perindu Cahaya” berharap akan selalu ada rindu pada cahaya kebenaran hakiki yang membawa sinaran perintahNya sebagai petunjuk jalan tuk senantiasa memapah langkah-langkah kehidupan dalam belaian mesra ketaatan. Semoga...
Sebenarnya itu hanya prolog serpihan kisah yang sengaja ku ungkap selintas kata, ada banyak kisah yang ingin ku bagi tapi tak sekarang karena sekarang aku ingin membagi kisah yang hampir percis nan serupa dengan perjalanan kehidupanku dengan “virus merah jambu” dan yang paling tersyukuri meski aku begitu jahiliah Allah selalu memayungi aku agar tak terguyur hujan deras “pacaran” tapi, tak ku nafikan meski ada keterlibatan disana bedanya tak berstatus pacaran tapi, menjelma sebagai sosok sahabat, kawan dekat bahkan kawan sharing tanggapan. Iya, aku lebih suka mendengar pendapat dari laki2 yang cendrung bijak dan jujur dibanding dengan perempuan yg biasanya banyak yang ditutupi karena selalu menggunakan perasaan saat memberi tanggapan. Sedari SMA memang aku punya sahabat dari kalangan ikhwan yang begitu akrab dalam kata2 sebenarnya hanya sharing ilmu dan minta minta pendapat tak lebih kok. Lalu, saat awal perkuliahan aku pun sempat akrab dengan kk alumni yang satu SMA denganku dan disanapun sama hanya terniat tuk sharing ilmu, berbagi info pun memohon bantuan. Jujur, semenjak awal ku kenal “cinta” ketika masa2 masih MTS aku pernah menulis dalam diary “uci gak mau terlibat pacaran” kalimat polos yang saat ku buka lagi lembaran itu buat ku tersenyum apa karena kalimat ini aku masih terlindungi sehingga saat nyaris terjatuh dalam jurang kemaksiatan seakan ada yang menarik lengan teriring kata “ jangan kesana...!” 
Lalu, saat aku pulang menengok keluarga di serang bulan lalu, sebenarnya sambil menghantar adik kelas pulang juga. kulihat lagi tempat ku dibesarkan sedari kecil hingga SMA  dan dikamar inilah tersimpan ribuan kenangan. Namun, mataku tertuju pada tulisan kecil dekat pintu yang sempat ku tempel dengan tinta hitam yang berubah warna sedikit kuning karena memudar, nampaknya tak ada yang berani melepas selembar kertas pink itu yang tertuliskan 3 point kalimat pengingat :
1.      Nothing time for love, ok !
2.      Fokus belajar suci !
3.      Muslimah itu ga boleh cengeng gara2 nilai kecil
Nah, di point no 3 buat ku mengingat lagi masa2 SMA, kawan dekatku seperti nuy, aat, terlebih eva pastilah sering lihat aku menangis saat peroleh nilai ulangan yang kecil yang tak sesuai inginku. Ah...sampai saat inipun aku masih cengeng akan nilai padahal itu sekedar angka saja. Entahlah...bagiku hal yang paling buat galau nan memilukan pun juga membuat titik-titik air mata tak henti menetes adalah perkara nilai kecil. Karena aku kan merasa berdosa sekali disaat tak amanah dalm belajar, selalu terbayang sosok orang tua yang betapa payah nan susahnya mengumpuulkan lembar demi lembar uang tuk biayai keperluan sekolahku namun, ku balas dengan perlakuan tak baik yaitu “lalai dalam belajar”
Iyah...itulah secuil kisah serpihan masa lalu yang sedang ku amati tuk dijadikan pijakan agar tiada kembali menyentuh lahkahan2 kesalahan  lagi saat berjalan di waktu umur yang masih disisakanNya karena kita tiada pernah tau sisa nafas ini...sebentar lagi terpanggil tuk pulang atau masih berjarak lama. Tapi, yang pasti waktu selalu menjauhkan kita dari kehidupan dunia karena tugas dari waktu adalah mendekatkan kita pada akhirat semakin dekat tiap detiknya. Jadi, betapa rugi jika kita tiada memepersiapkan bekal tuk menempuh perjalanan mudik ke kampung akhiratNya...
Oh y, sesuai perjanjian di paragraf sebelumnya bahwa saya akan berbagi kisah dan kisah ini yang saya baca dicatatan FB syabab MHTI yang saat ini berkuliah di IAIN SMH Banten. Kisahnya begitu menyentuh yang membuat au teringat bahwa dahulu sekali akupun pernah alami hal yang hampir serupa bagai itu.
Silahkan membaca yah :)

Maaf, Bukan Untukmu lagi…

8 Oktober 2012 pukul 11:47
Maaf, Bukan Untukmu lagi…
Luruskan niat ikhlas dan langkah syar’i
Agar amal tak sia-sia…
Hari yang cerah, mentari pagi seolah tersenyum dan menyapa dengan hangat cahayanya. Terasa ringan kaki kulangkahkan kaki menuju kampus. Rasa bahagia ini belum juga luntur dari kemarin, saat pertama kalinya aku mengkaji kitab dalam forum halqoh, ah..jadi bagian dari perjuangan dalam mengembalikan kehidupan islam di bumi Allah ini, memang sesuatu! Meskipun baru menjadi pelajarnya.
“Fan, tungguin!”
Syifa berteriak jauh dibelakangku, astagfirullah..aku lupa sudah berjanji akan berangkat ke kampus bareng syifa. Kuhentikan langkahku, menengok kebelakang lalu segera memasang wajah bersalah “afwan ya syifa..aku lupa”, Kulihat syifa hanya manyun sesaat dan mempercepat langkahnya.
“semangat banget pagi ini, cie..ada apanya neh..”syifa menggodaku, aku hanya tersenyum dan angkat bahu. Kami berjalan menyusuri jalanan komplek perumahan tempat kami mengontrak rumah yang biasa kami sebut RUBIN (Rumah Binaan) Fikrul Mustanir. Hanya butuh waktu 10 menit berjalan kaki untuk sampai kekampus, dari pagar Rubin kami tinggal berjalan lurus saja mengikuti arah jalan, insyallah sampai kampus dengan selamat, yang penting jangan tergoda untuk berbelok, apalagi belok ke kanan, dangerous area!!^^
Tak terasa kami baru saja melewati gerbang belakang kampus, memasuki area kampus mungil ini, bersiap-siap untuk 2 visi besar berada di kampus ini. Senyumpun merekah, bagai mawar yang indah.
“udah jam berapa fan?” syifa dengan tiba-tiba bertanya kepadaku. Mungkin karena melihatku hari ini mengenakan jam tangan.
“baru jam tujuh lewat lima belas menit” jawabku, setelah terlebih dahulu melirik jam tanganku.
“ukhti fanny…ke  kelasnya duluan aja ya, aku ada keperluan dulu sebentar” pinta syifa, ah..syifa!katanya berangkat bareng,kok ke kelasnya sendiri-sendiri? Gumamku, tapi kujawab saja “oke..”.
“satu lagi..tolong bawain bukuku ya fan”
Kuraih buku tebal kimia analitik dari tangan syifa, kebetulan aku juga mau baca sebelum kuliah dimulai.
“jazakillah fanny..”
“waiyaki syifa..”
Aku dan syifa tersenyum, kebiasaan kami setelah aktifitas tolong menolong. Setelah itu syifa berlari kecil menuju tempat fotocopy yang tak jauh dari gerbang belakang kampus. Kampus belum terlalu ramai, senang rasanya berjalan-jalan sendirian dan masih menghirup udara segar.
“assalamu’alaykum..” ucapku cukup pelan saat kubuka pintu kelas yang sepertinya masih sepi, kupikir teman-temanku belum ada satupun yang datang. Habit bagiku mengucapkan salam ketika membuka pintu baik didalam ruangan ada orang atau tidak, bahkan ketika masuk kamar sendiripun demikian.
“wa’alaykumsalam..”
Ada yang menjawab salamku, ternyata sudah ada orang didalam kelas. Refleks saja dengan liar mataku mencari-cari siapakah gerangan yang menjawab salamku. Deg! Jantungku terasa berhenti sejenak, sesosok pemuda dengan buku digenggam tangannya sudah ada dibangku pojok paling belakang, sedetik kami sempat beradu pandang, setelah itu aku langsung tertunduk, menghindari tatapan tajam itu, dan selanjutnya jantungku lah yang bereaksi, berdetak lebih cepat. Astagfirullah..kenapa harus ada dia disini? tanpa berkata-kata lagi kuletakkan tas dan buku pada bangku yang berada dibarisan paling depan, berhenti sejenak,berpikir,duduk atau keluar? Lebih baik keluar, khawatir akan terjadi perbincangan yang justru mendekatkan diri pada khalwat. Tergesa-gesa sekali aku keluar kelas, tak peduli apa yang dipikirkannya tentang sikapku ini. Tak lama hp di saku jilbabku berbunyi, senandung lagu sambutlah khilafah menggema dalam gedung yang masih sepi itu, tanda sms masuk, segera kubuka “kenapa keluar lagi?”. Perasaan hatiku tambah gak karuan, apa dia sengaja datang sepagi ini untuk menemuiku?untuk apa? Ah..sudahlah tak usah dipikirkan, biar kutunggu saja diluar sampai kelas mulai ramai.
Bertemu dengan cara seperti ini memaksaku mengingat masa itu, masa lalu yang masih mengganggu pikirku. Pemuda yang ada dikelas itu namanya Chandra, sahabat yang kutemui diperkuliahan ini.
10  bulan lalu…
“Fan..gue gak bisa deket sama lo lagi” di bawah pohon yang dedaunannya mulai kering itu Chandra mengungkapkan keinginannya padaku. Aku hanya diam, terpaku dengan lidah yang kelu. Meski orang melihat kami sebagai sahabat, tapi sesungguhnya ikatan hati kami jauh dari sekedar sahabat, meski itu tak terungkap. Dia begitu mengenalku dan akupun begitu mengenalnya, jelas pernyataannya tadi membuatku terhempas jatuh kedasar jurang, haruskah ku ditinggalkan setelah kuberharap terlalu dalam untuk dapat menjadi pendamping hidupnya kelak?. Aku masih diam, kulihat dia mulai resah tak mendapatkan reaksi apapun dariku.
“Fan..gue gak mau lo akan lebih sakit lagi, karena jujur, yang gue inginkan untuk jadi penadamping gue nanti, itu bukan cewek kayak lo” kulihat Chandra sedikit ragu menyatakan hal ini. Tak tau apa yang kurasa saat ini, hancur!!kutahan air mata agar tak mengalir, pernyataan tadi sungguh menyakiti hati ini, kenapa tak kau ungkap dari dulu?sebelum ku begitu berharap padamu? Lirihku dalam batin yang mendadak beku. Aku tetap diam.
“Fan..gue gak maksud nyakitin lo..”Chandra mulai merasa bersalah. Lo udah nyakitin gue!. Aku bertahan dengan diam, sebenarnya aku bingung dengan apa yang harus kukatakan?. Hingga dia pergi aku tetap diam. Angin sore membelai rambutku perlahan, menjatuhkan beberapa helai daun kering yang kubiarkan menyentuh tubuhku yang tetap beku. Biarlah sore ini aku tetap disini, bersama pohon yang hampir mati.
8 bulan lalu...
Aku mulai berubah, kerudung sudah kupakai dengan konsisten, bukan cuma kuliah,kubeli banyak rok untuk menggantikan koleksi celana jeansku, aku juga sudah pakai kaos kaki biar auratku tertutup sempurna. Aku mulai mengkaji islam di LDK, yah..walaupun cuma ikut-ikutan. Kulakukan ini semua hanya untuk si penggenggam hati, Chandra. Begitu dalam perasaanku padanya hingga kurela meninggalkan kebiasaanku yang lama dan mengubah aktifitasku, yang penting buatku, Chandra akan tetap memilihku, bukankah hanya karena hal ini dia mencampakkanku, itu yang dinyatakannya via sms beberapa minggu yang lalu “bukan gue gak sayang sama lo fan, tapi gue juga harus mikirin masa depan gue, gue mau istri gue nanti itu perempuan yang sholehah”. Akan kupenuhi permintaanmu.
7 bulan lalu…
“Fanny..subhanallah, udah berubah ya sekarang..” ungkapan kaget itu keluar dari lisan kak Nisa, kakak seniorku dulu waktu SMA, usai kuliah kami tak sengaja bertemu, sebenarnya saat ini kami satu kampus, tapi karna selalu beda jadual  kuliah makanya jarang bertemu.
Aku hanya tersipu malu, karena sebenarnya sudah lama kak Nisa mengajakku mengkaji islam, tapi selalu saja kutolak.
“iya kak..” jawabku singkat
“Beruntunglah orang-orang yang dibukakan pintu hatinya untuk bertaubat” air muka kak Nisa  memperlihatkan begitu bahagianya dia melihat perubahanku, baru kulihat ada orang yang begitu tulus berbahagia untukku. Ah..membuatku berpikir, benarkah aku telah bertobat?mengingat kulakukan semua ini bukan karena Allah tapi Karena seorang pemuda. Tiba-tiba badai resah menghantamku dengan kuat.
“kak..boleh aku belajar islam dari kakak?” entah terpikir darimana pertanyaan itu, tiba-tiba saja dia datang dalam pikirku.
“Subhanallah..Sangat boleh sekali Fan” kenapa aku justru melihat kebahagiaan yang besar berada dalam diri kak Nisa, bukan dalam diriku, yang harusnya lebih bahagia sebab perubahan yang kualami. Terlalu dangkal ilmu yang kumiliki hingga ku tak mampu memahami fenomena ini.
“nanti kakak main deh ke kostan Fanny, kita atur jadualnya disana ya, sekarang kakak mau masuk dulu..pak Amin dah dikelas tuh”
Aku tersenyum dan menggangguk, setelah itu kak Nisa menghilang dari pandangan.
Sejak pertemuan itu, Kak Nisa sering berkunjung ke kostan, membawa makanan kecil dan bacaan untuk didiskusikan atau hanya sekedar numpang shalat karena kostan ku sangat dekat dengan kampus. Aku tau banyak hal dari kak Nisa, tentang perubahan hakiki, tentang ihsanul amal (amal yang baik) bahwa setiap amal yang kita lakukan harus memenuhi dua persyaratan agar amal tersebut dapat diterima oleh ALLAH SWT, pertama : harus ikhlas, melakukan sesuatu hanya karena Allah ta’ala, tidak boleh sedikitpun ada penanding Allah (untuk yang satu ini aku sangat tersinggung!namun begitulah adanya, sehingga harus kutata ulang niatku selama ini), yang kedua : caranya haruslah benar, yaitu sesuai dengan hukum syara’ dalam al Quran dan Sunah. Pertemuanku dengan Kak Nisa semakin sering dan semakin menarik, aku menemukan banyak jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam kehidupanku yang selama ini hanya menjadi penyesak pikir, kudapatkan islam sebagai problem solver. Kak Nisa juga membuka paradigma pikirku, tentang problem umat manusia. Dulu hanya terpikir olehku, bahwa islam hanyalah pengatur ibadah ritual saja. Alhamdulillah, itu tak selamanya, karena saat ini aku dapat melihat islam dengan sempurna, islam mengatur segalanya dari masuk WC sampai bernegara.
2 bulan lalu…
Aku sudah tak di kost lagi, saat ini aku sudah bersama-sama dengan pejuang-pejuang islam di Rubin Fikrul Mustanir, bersama kak Nisa dan teman-teman yang lain. Kutemukan indahnya ukhuwah didalam sini, kutemukan arti hidup hakiki dengan jalan ini, bahwa aku adalah seorang hamba ALLAH.
Aku terbangun dari lelapnya tidur, lantunan lagu Sambutlah Khilafah menyapa telinga yang baru terjaga, kulihat jam di dinding kamar, baru jam 2, siapa yang sms malam-malam begini?padahalkan sudah ku setting alarm HP di jam 3. Deg!jantungku berdetak sedikit lebih cepat, sms dari Chandra, segera kubuka “Fan..shalat tahajud”, Cuma itu bunyi smsnya, singkat, namun tak sesingkat efeknya!. Astagfirullah..ya Allah, godaan ini begitu dasyat. Perasaan yang kubina bertahun lamanya memang belum sepenuhnya pudar, meski kutau bahwa tak ada ikatan halal dalam islam kecuali pernikahan. Setelah paham bahwa kehidupan wanita dan laki-laki adalah terpisah kecuali jika ada hajat syar’i, aku  mulai menjauhinya, kami memang dekat kembali setelah aku mulai menunjukan perubahan menjadi perempuan sholehah, tapi ingat, itu bukan karena Allah, tapi karena dia. Sehingga menurutku, perubahan yang sesungguhnya adalah bermula dari pertemuanku dengan kak Nisa. Aku tak mau menumpuk dosa, aku sudah cukup diperbodoh nafsu dengan membiarkan kecintaanku yang besar kepadanya dan perubahan palsuku itu. Aku letih, karena ternyata tak mudah menyingkirkannya dari kehidupanku ini. Saat inipun nafsu memaksaku untuk membalas smsnya, namun kuurungkan, keinginanku itu muncul kembali, kemudian kutersadar,ah..aku benar-benar dipermainkan!
“Fan..kamu udah bangun?” Kak Nisa yang sekamar denganku bertanya, cukup membuatku terkaget.
“eh..iya kak” seadanya saja ku menjawab, dia hanya tersenyum.
“shalat tahajud yuk..” ajaknya kemudian, langsung saja aku menggangguk.
“jangan lupa berdo’a, agar khilafah segera tegak ya..” katanya kepadaku, lalu berbisik padaku “juga do’ain kak supaya cepet dapet jodoh.oke?” kak Nisa mengerdipkan sebelah matanya nakal.
“Siip!!!” ku acungkan kedua jempolku. Selanjutnya kami tertawa bersama dan berebut kamar mandi.
Memang ini yang harusnya jadi bahan pemikiran setiap hari, memikirkan upaya apa yang harus dilakukan untuk mempercepat turunnya janji Allah ini.
“Fan..!! kok belum masuk kelas??”
Aku terkaget luar biasa, hampir jatuh jantung ini rasanya. Seketika rentetan cerita masa lalu yang sendari tadi terkenang buyar..yar..yar. Syifa sudah ada dihadapanku, ah.. sudah berapa lama pikirku melayang? Didepan kelas sudah sesak mahasiswa yang siap untuk perkuliahan hari ini.
“Fan..kok malah diem?” syifa kembali menegurku, bukannya tak mau menjawab pertanyaan syifa, Cuma jantungku kembali hampir jatuh, ketika tak sengaja mata ini mendapati pemuda yang kuhindari dikelas tadi sudah ada beberapa meter dihadapanku, dekat tangga berdiri bersama teman-temannya, menatapku sebentar dan tersenyum aneh. Astagfirullah..sama seperti sebelumnya langsung ku tertunduk, apa dia memperhatikanku dari tadi?. Segera kutepis pertanyaan aneh itu, ingat perubahanku ini hanyalah untuk Allah bukan untukmu lagi! Jadi, akan kurelakan engkau pergi, dan jangan ganggu aku lagi.
Dengan Jilbab yang hampir menyapu lantai (selalu diprotes beberapa dosen karena kata beliau nanti shalatnya gak sah, kami hanya tersenyum dan menjelaskan bahwa syarat jilbab memang wajib irkho menutup hingga kaki kita, rosulullah juga bersabda tanah selanjutnya akan mensucikannya karena waktu dulu para shahabiyah juga mengalami kesulitan ini dan segera bertanya pada rosul )aku dan syifa bergandengan masuk kedalam kelas, meninggalkan bayang masa lalu dibelakang, tepat dibelakang.





Minggu, 20 Juli 2014

Yuk...Berdakwah :)



Assalamu'alaikum...sobat muslim?

Apa kabar iman pagi ini? Wah...moga terus konsisten yah dalam dakwahnya, jangan sering-sering futur. Hehe
Pagi ini menarik deh spertinya jika kita simak lagi kisah Nabi yunus. Terfirman :

"Dan (ingatlah kisah) Dzun nun (yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tdk akan mempersempit'y (menyulitkan'y), maka ia menyeru dalam keadaan yg gelap : " bahwa tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk org2 yg dzalim" (QS. Al-Anbiyaa 21 :87)
Dalam tafsirnya, Nabi Yunus pernah melarikan diri dari tanggungjawab dakwah yang semestinya ia lakukan yang kemudian Nabi Yunus menumpang sebuah kapal besar. Tapi...ditengah perjalanan, badai dengan kuatnya menghantam awak kapal. Semua penumpang tercekam ketakutan hingga memaksa tuk melakukn undian, untuk membuang siapa saja ke lautan sebagai korban agar gelombang laut reda & pelayaran bisa diteruskan. Undian pertama dilakukan, nama Nabi Yunus yang keluar. Undian kedua dilakukan, Nama Nabi Yunus kembali keluar sebagai orang yang harus dikorbankan. Hingga berkali-kali undian dilakukan pun, hasilnya selalu sama selalu Nama Nabi Yunus yang keluar akhirnya ia terpilih sebagai orang yang harus dibuang ke lautan yang bergelombang ganas, gelap, hitam pekat mencekam tanpa cahaya.
Nabi Yunus akhirnya di buang ke lautan, namun cerita belum terhenti. Taukah sobat apa yang terjadi??? Iyah, ada ikan besar yg memakan Nabi Yunus. Bayangkan, lautan sudah sedemikian mengerikan ditambah lagi di dalam perut ikan. Dan dalam firmanNya, Allah menggambarkan kondisi ini dg keadaan yg sgt gelap. Allah bertanya dengan nada sindiran "ia menyangka kami tidak akan mempersempitkannya?"
Hmmm...itulah sobat kisah'y, cukup menarik tuk kita cermati hikmahnya. Bahwa sebetul'y kita terlahir dengan membawa amanah dakwah. Tapi, kebanyakan kita justru meninggalkannya...
"mereka menyangka kami tidak kan menyempitkannya?"
Pertanyaan inilah...yang sangat layak diajukan pada diri kita sendiri.
mari ingat kembali kawan, belum lama ini bgitu banyak bencana yg hilir mudik menyapa negeri, banjir, gempa, gunung meletus dll
curigalah...bahwa saatnya kita sadar akan pertanyaan ini " apakah mereka mengira Allah tdk akan menyempitkan keadaan? Apakah mereka tak menyangka bahwa Allah akan menempatkan kita pada posisi didalam kegelapan yg bertumpuk-tumpuk???"
Hanya dg 1 kesalahan saja sobat...Hanya 1 "meninggalkan dakwah"
ngeri sekali yah...makanya yuk berdakwah, karena dakwah itu tanda cinta :) :) :)
Cinta kita pada Allah
Cinta pada Rasulullah
Cinta pada sesama
Keep hamasah wa istiqamah, ok ! Semangattt dakwah :)

13 Februari 2014 pukul 7:41