Coretan Suci, 22-12-12
Terkisah seekor tikus ahli filsafat tingga disebuah hutan belantara. Ia menguasai ilmu yg tidak dikuasai bangsa binatang lain. Ia yakin kesedihan dan kesusahan akan membunuh siapapun yg membiarkannya menguasai hati dan pikiran. Sebab, perasaan itu membunuh kebahagiaan, memadamkan cahaya, menghilangkan rasa aman, dan menghancurkan akal, hati dan badan.
Suatu hari, tikus yg pandai berfilsafat hendak mengajarkan masalah ini pada teman dan keturunannya. Namun, ia ingin mereka tidak hanya mendengar, tetapi harus melihat sendiri. Tidak pula sekedar menghafal, melainkan merasakannya secara langsung. Tiba-tiba ia berjumpa seekor singa yg sedang berpidato dihadapan masyarakat binatang. "maaf, tuan singa" kata tikus"aku hendak berbicara denganmu. Kuharap engkau memberiku rasa aman" "permintaanmu kupenuhi, wahai tikus yg pemberani" sahut singa. Tikus mulai berbicara "di hadapan bangsa binatang, kupastikan aku bisa membunuhmu, kendati engkau memberiku waktu 1 bulan. Seisi rimba akan jadi saksi" singa menderai tawa "tikus...tikus, engkau mau membunuhku?" katanyamehkan. "ya" jawab tikus tegas dan percaya diri. "baiklah" kata singa "tetapi, jika engkau tidak bisa melakukannya, sebagai balasan engkau akan disembelih didepan khalayak. Waktumu 1 bulan mulai sekarang" "sepakat" balas tikus.
10 hari sudah berlalu, si singa tidak jua terpengaruh pada ancaman tikus. Namun, stelah itu, ia berfikir "apa sbenarnya yg diinginkan tikus?" gaya bicaranya tampak tegas, dan semangatmya berkobar-kobar. Bagaimana kalau yg dikatakannya itu benar?" si singa segera menghibas pikiran itu. Tiba2 suara tawanya meledak, menggemuruhi semesta. Sembari merebahkan tubuhnya ia berkata,
Terkisah seekor tikus ahli filsafat tingga disebuah hutan belantara. Ia menguasai ilmu yg tidak dikuasai bangsa binatang lain. Ia yakin kesedihan dan kesusahan akan membunuh siapapun yg membiarkannya menguasai hati dan pikiran. Sebab, perasaan itu membunuh kebahagiaan, memadamkan cahaya, menghilangkan rasa aman, dan menghancurkan akal, hati dan badan.
Suatu hari, tikus yg pandai berfilsafat hendak mengajarkan masalah ini pada teman dan keturunannya. Namun, ia ingin mereka tidak hanya mendengar, tetapi harus melihat sendiri. Tidak pula sekedar menghafal, melainkan merasakannya secara langsung. Tiba-tiba ia berjumpa seekor singa yg sedang berpidato dihadapan masyarakat binatang. "maaf, tuan singa" kata tikus"aku hendak berbicara denganmu. Kuharap engkau memberiku rasa aman" "permintaanmu kupenuhi, wahai tikus yg pemberani" sahut singa. Tikus mulai berbicara "di hadapan bangsa binatang, kupastikan aku bisa membunuhmu, kendati engkau memberiku waktu 1 bulan. Seisi rimba akan jadi saksi" singa menderai tawa "tikus...tikus, engkau mau membunuhku?" katanyamehkan. "ya" jawab tikus tegas dan percaya diri. "baiklah" kata singa "tetapi, jika engkau tidak bisa melakukannya, sebagai balasan engkau akan disembelih didepan khalayak. Waktumu 1 bulan mulai sekarang" "sepakat" balas tikus.
10 hari sudah berlalu, si singa tidak jua terpengaruh pada ancaman tikus. Namun, stelah itu, ia berfikir "apa sbenarnya yg diinginkan tikus?" gaya bicaranya tampak tegas, dan semangatmya berkobar-kobar. Bagaimana kalau yg dikatakannya itu benar?" si singa segera menghibas pikiran itu. Tiba2 suara tawanya meledak, menggemuruhi semesta. Sembari merebahkan tubuhnya ia berkata,
"bagaimana mungkin si tikus kecil itu
bisa membunuhku? Jangankan dia, andaikata sluruh tikus berkumpul untuk
menghadapi anakku saja belum tentu bisa mengalahkannya".
Beberapa hari kmudian, kekhawatiran yg menghantui dirinya smakin kuat. Sementara itu, waktu terus berlalu, dan hari yg dijanjikan tikus semakin dekat. Namun, si tikus kecil tiada datang menemui singa untuk menghiba maaf dan mengurungkan niatnya. Lebih dari itu, ia justru berkampanye pada semua masyarakat hutan, dan dengan penuh keyakinan akan menjadi pemenang. Apakah tikus itu memiliki senjata adiluhung, atau kekuatan yg luar biasa, dan atau siasat yg mumpuni?
Tidak lama kemudian, nafsu makan dan minum singa mulai menurun. Seluruh fikirannya tersita pada nasib tragis yg diancamkan tikus. Juga babak akhir kehidupan singa yg dipastikannya.
Sebelum waktu yg dijanjikan tiba, di pagi hari ke-25 masyarakat hutan dikejutkan oleh kematian singa.
Ketakutan tlah membunuhnya, kegundahgulanaan menghabisinya, dan kesedihan yg mendalam membakar lemak dan dagingnya. Padahal, tikus tidak punya muslihat apa-apa, tidak pula makar dan tipu daya. Ia sekedar mengerti sebuah hakikat : "musibah yg menghantui, bayang-bayang kesedihan, dan kekhawatiran ditimpa bencana sangat ampuh untuk membunuh sosok pemberani yg perkasa dan ambisius sekalipun"
Beberapa hari kmudian, kekhawatiran yg menghantui dirinya smakin kuat. Sementara itu, waktu terus berlalu, dan hari yg dijanjikan tikus semakin dekat. Namun, si tikus kecil tiada datang menemui singa untuk menghiba maaf dan mengurungkan niatnya. Lebih dari itu, ia justru berkampanye pada semua masyarakat hutan, dan dengan penuh keyakinan akan menjadi pemenang. Apakah tikus itu memiliki senjata adiluhung, atau kekuatan yg luar biasa, dan atau siasat yg mumpuni?
Tidak lama kemudian, nafsu makan dan minum singa mulai menurun. Seluruh fikirannya tersita pada nasib tragis yg diancamkan tikus. Juga babak akhir kehidupan singa yg dipastikannya.
Sebelum waktu yg dijanjikan tiba, di pagi hari ke-25 masyarakat hutan dikejutkan oleh kematian singa.
Ketakutan tlah membunuhnya, kegundahgulanaan menghabisinya, dan kesedihan yg mendalam membakar lemak dan dagingnya. Padahal, tikus tidak punya muslihat apa-apa, tidak pula makar dan tipu daya. Ia sekedar mengerti sebuah hakikat : "musibah yg menghantui, bayang-bayang kesedihan, dan kekhawatiran ditimpa bencana sangat ampuh untuk membunuh sosok pemberani yg perkasa dan ambisius sekalipun"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar